Custom Search

Jumat, 23 Januari 2009

Antara Cinta dan Sahabat

Lia adalah seorang anak perempuan yang bersekolah di salah satu sekolah dasar swasta. Ia dikenal sebagai anak yang periang. Ia selalu disegani teman-temannya. Tidak heran jika ia memiliki banyak teman, namun Lia memiliki teman yang ia anggap special. Sebut saja Nia, seorang anak yang dikenal sebagai anak yang tomboy. Hari-hari mereka selalu penuh dengan tawa dan canda. Mereka berdua sangat dekat karena selama lima tahun mereka satu kelas. Rumah merekapun jaraknya tidak begitu jauh.
Saat mereka duduk di kelas enam SD, mereka sering membicarakan tentang seorang pacar. Hingga suatu hari Nia berkata bahwa ia menyukai seseorang bernama Ian, yang tidak lain adalah tetangganya sendiri. Lia hanya tersenyum dan tidak begitu mengerti tentang cinta. Wajar saja, mereka masih kellas enam SD. Namun Lia berusaha untuk menjadi teman berbicara yang menyenangkan.
Saat mereka akan menempuh ujian nasioal, mereka sering belajar bersama. Hingga saatnya ujian, mereka masih sering belajar bersama meski kelas atau ruangan ujian mereka berjauhan.
Tiga hari setelah ujian selesai, Lia pergi menuju rumah Nia. Setelah sampai di sana, tidak disangka dan tidak diduga Ian yang sangat dikagumi Nia melintas di depan rumah Nia. Nia langsung menunjukan kepada Lia bahwa dialah yang bernama Ian. Lagi-lagi Nia hanya tersenyum dan tidak menaggapi dengan serius. Lia hanya menganggukan kepalanya dan mengatakan lumayan kepada Nia. Setelah Ian pergi, Lia dan Nia kembali melanjutkan perbincangan merka.
Hari semakin sore, Lia pun berpamitan untuk pulang. Pada saat diperjalanan pulang Lia bertemu dengan Ian. Mereka saling memandang dan memperlihatkan senyum terbaik mereka.
Hari pengumuman kelulusan pun tiba. Mereka sangat tegang. Namun sekejap ketegangan itu pun hilang karena kepala sekolah mengumumkan bahwa murid SD tersebut seratus persen lulus. Betapa bahagianya dua sahabat ini.
Karena nilai mereka berbeda lumayaan jauh, mereka akhirnya sekolah di SMP yang berbeda pula. Tetapi merka tetap bersahabat. Bias dibilang sekolah Lia lebih baik disbanding sekolah Nia. Mereka memang masih bersahabat namun tidak sedekat dulu, saat mereka SD. Mungkin karena masing-masing sudah memiliki kepentingan yang harus didahulukan. Namun Lia berusaha untuk sering berkomunikasi dengan Nia. Pembicaraan mereka pun tidak lepas tentang Ian.
Meskipun Nia selalu membicarakan tentang Ian, Lia tidak pernah merasa bosan. Ia justru bahagia karena masih dipercaya Nia untuk menjaga rahasianya meski persahabatan mereka mulai renggang.
Karena sudah lama tidak bertemu dan mereka sudah mempunyai tanggung jawab masing-masing, mereka sangat jarang berkomunikasi. Apalagi untuk bertemu. Mereka hampir tidak pernah lagi.
Dua tahun pun berlalu. Sekarang mereka duduk di bangku kelas tiga SMP. Sekarang adalah titik puncak kesibukan mereka untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi ujian nasional. Namun mereka justru lebih dekat karena mereka mengikuti tambahan pelajaran di tempat dan waktu yang sama. Kini mereka sudah tidak membicarakan tentang Ian lagi. Pembicaraan mereka kini benar-benar tertuju pada pelajaran.
Saat-saat yang paling menegangkan pun tiba. Inilah saat perjuangan mereka selama ini di uji dalam beberapa hari.
Setelah ujian selesai, dan saatnya pembagian hasil diumumkan. Mereka berdua lulus dengan nilai yang bagus dan berencana bersekolah di SMA yang sama. Namun orang tua Nia tidak ingin Nia masuk ke SMA negeri. Orang tua Nia justru memasukan Nia ke sekolah swasta. Akhirnya saat SMA pun mereka berpisah. Namun itu tak akan merubah apapun.
Hari pertama Lia di SMA adalah hari dimana pembagian kelas diumumkan. Di sana Lia mendapat teman baru. Setelah diumumkan, semua siswa diperbolehkan untuk pulang. Ini merupakan hari pertama Lia membawa motor. Ia pulang dengan hati gembira karma bias sekolah di SMA tersebut. Namun di perjalanan Lia dicegat oleh dua orang yang tidak dikenalnya. Ternyata mereka adalah perampok. Lia sangat takut, sampai akhirnya ada seseorang yang menolongnya.
Lia pun selamat. Ia langsung berterimakasih pada orang yang telah menolongnya. Ia merasa mengenal orang tersebut. Setelah mengingat akhirnya Lia tahu bahwa dia adalah Fathur, teman barunya di SMA. Namun mereka tidak satu kelas.
Karena kejadian tersebut Lia dan Fathur semakin dekat. Tentusaja Lia langsung memberi tahu hal ini pada sahabatnya yang tidak lain adalah Nia. Karena kedekatan tersebut, lia pun menyukai Fathurt. Namun Lia tidak tahu bagaimana perasaan Fathur kepadanya.
Hari-hari berlalu. Mereka semakin dekat dan tak jarang mereka pulang bersama. Hingga pada suatu hari ketika Lia dan Fathur pulang bersama berpapasan dengan Nia. Nia melihat mereka layaknya sepasang kekasih, namun Lia tidak melihat Nia. saat itu adalah saat yang paling membahagiakan bagi Lia. Oleh karena itu Lia menceritakann semua pada Nia. Namun, entah mengapa Nia begitu marah padanya. Seakan-akan Nia cemburu. Lia pun merasa sangat bingung dan bersalah.
Lia benar-benar tidak tahu mengapa Nia begitu marah padanya. Lalu ia bertemu dengan teman Fathur yang bernama Isna yang btidak lain adalah tetangga Fathur dan Nia. lalu entanh mengapa Isna juga memarahi Lia dan pada saat itu juga Lia meminta penjelasan dari Isna.
Betapa kagetnya Lia setelah mendengar penjelasan dari Isna. Ternyata Ian adalah nama panjang dari Fathur yaitu Fathurian. Lia sangat menyesal dan merasa sangat bersalah pada Nia.
Keesokan harinya Lia berkunjung kerumah Nia untuk meminta maaf. Nia pun memaafkan kesalahan Lia setelah mendengar penjelasan dari Lia. Lia sangat bahagia atas hal itu. Setalah kejadian itu, Lia dan Fathur sudah tidak lagi dekat. Namun tidak disangka, Ian sudah mendapat pengganti Lia. Lia bertanya pada teman dekat Ian siapa perempuan itu. Ternyata perempuan itu adalah pacar baru Ian. Akhirnya Lia dan Nia tahu bahwa Ian adalah sseorang playboy.

Selesai

Fadila

Jalan Menuju Persahabatan Oleh Tomi x-4

Tiga persahabatan gadis, dua anak gadis yang cantik jelita hidup di suatu desa yang sangat indah yaitu desa Sukajati. Mereka hidup dengan rumah yang berdekatan. Sehari-harinya kehidupan mereka dihabiskan untuk bermain dan bersekolah. Mereka berdua bernama Velin dan Ani.
Velin adalah gadis bangsawan yang sangat kaya di desanya. Kedua orang tua Velin adalah saudagar sapi. Velin mempunyai satu kakak sedangkan Velin sendiri anak yang paling terakhir dari pasangan Sulaiman dan Tuti, kedua orang tua Velin. Kehidupan keluarga Velin sangat harmonis. Setiap hari Velin dan kakaknya selalu membantu kedua orang tuanya untuk merawat sapi-sapi peliharaan orang tua mereka.
Sedangkan Ani adalah anak dari keluarga yang sederhana. Ani mempunyai adik yang berumur 2 tahun. Orang tua Ani bekerja menjual kayu bakar di pasar. Setiap hari orang tua Ani mencari kayu bakar di hutan. Ani pun sehabis pulang sekolah selalu membantu orang tuanya untuk mencari kayu bakar.
Velin dan Ani bersekolah di SD yang sama yaitu SD Sukajati 01 dan menduduki bangku kelas 6 SD. Mereka selalu berangkat sekolah bersama-sama. Jarak rumah dengan sekolah mereka cukup jauh. Mereka harus menyeberangi sungai, melewati sawah dan juga mereka menempuh perjalanan dengan berjalan kaki. Di kelasnya mereka berdua tergolong anak yang pandai. Mereka selalu mendapatkan juara kelas.
Di hari Minggu yang cerah, Velin pergi ke tempat Ani bermaksud untuk mengajak bermain ke suatu tempat yang indah yaitu Danau.
“Ani, main yuk!!” Velin memanggil Ani di depan rumah Ani.
“Ya, sebentar…” sahut Ani dari dalam rumahnya dan sambil keluar mendekati Velin.
“Vel, ada apa. Pagi-pagi dah mau main,” kata Ani yang masih lesu.
“Kita main ke suatu tempat yang indah,” jawab Velin dengan gampangnya
“Tapi kemana???...” kata Ani yang masih kebingungan.
“Kita pergi ke danau dekat desa kita…” kata Velin dengan suara yang semangat.
“OK…. Kita berangkat,” kata Ani.
“Mah, Ani main dulu!!! Assalamu’alaikum…” teriak Ani kepada mamahnya
“Ya… wa’alaikumsalam,” jawab mamahnya Ani yang sedang memasak di belakang
Ani dan Velinpun akhirnya pergi ke danau untuk bermain.
Setibanya di danau
“An… kita mainan air yuk!”…. kata Velin dengan menyeret Ani menuju ke danau.
“Yuk….” Dengan perasaan senang Ani langsung menjawab pertanyaan Velin.
Tidak terasa hari telah sore. Ani dan Velin pun bergegas untuk pulang.
“Eh… tidak terasa hari kok mulai sore ya!!”
“Pulang yuk An!!!.. kata Velin dengan raut wajah yang cemas.
“Iya Vel, kita pulang yuk!!!... entar orang tua kita khawatir dengan kita” kata Ani dengan raut wajah yang cemas juga.
Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang. Mereka pulang dengan perasaan senang dan gembira. Hari mulai malam dan sang dewi malam mulai menampakkan diri. Ani dan Velin pun menjalankan tugasnya di malam hari seperti biasa, yaitu mengaji di mushola dekat rumah Ani.
“Velin….Velin!!! berangkat ngaji tidak???...” kata Ani memanggil Velin dari depan rumah Velin.
“Ya, tunggu bentar. Lin…” kata mamahnya Velin.
“An, bentar ya… ambil air wudhu dulu” sambung Velin menemani Ani di depan rumahnya.
“Eh, Lin kebetulan juga aku belum wudhu,” jawab Ani dengan cepat.
“Oh.. ya ayo masuk…” kata Velin sambil membuka pintu.
Sehabis wudhu akhirnya mereka berangkat ke mushola untu sholat dan mangaji. Imam dan guru pengajar mereka adalah uztad Reyzal. Ustad Reysal adalah kakak dari Velin.
Keesokan harinya, Ani dan Velin berangkat ke sekolah seperti biasa yaitu pukul 06.00 WIB. Di sekolah mereka mengikuti pelajaran dengan baik dan bel pulang pun berbunyi. Mereka bergegas untuk pulang karena mereka sudah merencanakan sepulang sekolah akan pergi bermain ke danau lagi.
Setibanya di danau mereka bertemu dengan anak laki-laki yang sedang ayahnya di pinggir danau.
“Lin, ada orang yang sedang mancing tuh,” kata Ani sambil menunjuk orang itu dari kejauhan.
“Iya, siapa ya??” kata Velin sambil menggaruk-garukkan tangannya ke kepala.
“Lah, udah ngapain dipikirin,” kata ani dengan muka jutek.
“Iya, yah ngapain juga dipikirin,” kata Velin sambil memandang orang tersebut.
Mereka pun bermain-main air seperti biasa, mereka bersenang-senang di danau.
“He…Lin! Hayo…. Liatnya ko ke arah anak laki-laki itu terus!!! Hayo.. suka ya??” ledek Ani ke Velin.
“Hus, ngarang…!! Siapa juga yang lagi liatin anak itu…,” jawab Velin dengan muka malu dan gugup.
Dalam benak Velin ternyata ia masih pengin tahu dan kenalan lebih jauh terhadap anak tersebut. Ani dan Velin pun kembali ke rumah.
Keesokan harinya kedua sahabat tersebut berangkat sekolah bersama. Setibanya di sekolah mereka melihat banyak temannya berkerumun di papan pengumuman. Mereka berdua pun menghampiri.
“Selamat ya…” kata teman-teman Velin dan Ani sambil menjabat tangan.
“Emangnya ada apa?” tanya Velin kepada teman-temannya.
“Lihat tuh di papan pengumuman” kata teman Velin sambil menunjuk papan pengumuman tersebut.
“Ha… aku dan Ani dipilih untuk ikut lomba cerdas cermat di kota!!!... Yeh…” kata Velin smbil melompat-lompat.
“Apa!!! Kita dipilih untuk ikut cerdas cermat….! Alhamdulillah ya Allah,” kata Ani sambil bersujud di depan papan pengumuman itu.
Hari perlombaan pun tiba. Mereka berangkat dari sekolah menuju tempat perlombaan pukul 08.00 WIB. Sesampainya di tempat perlombaan, Velin dan Ani mempersiapkan diri untuk menghadapi perlombaan tersebut.
Perlombaan dimulai. Mereka mengerjakan soal demi soal dengan serius. Tidak disangka waktu berjalan dengan cepat akhirnya bel tanda selesainya perlombaan berbunyi. Dua sahabat itu pun keluar dengan perasaan yang bercampuran.
“Uh, pusing banget nich…!” ujar Ani kepada gurunya sambil memegang kepala.
“Emang kamu pusing kepala? Kamu belum makan pa?” kata gurunya.
“Bukannya belum makan bu…… tapi pusing tadi ngerjain soal-soalnya! Uh… susah-susah banget,” kata Ani dengan muka pucat.
“Oh… ya sudah. Ayo kita pergi ke taman kota untuk menghilangkan kejenuhan,” kata Bu Guru sambil menarik tangan Velin dan Ani.
“Apa!! Ke taman kota?!” teriak Velin dan Ani.
“Iya, taman kota,” sambung Bu Guru.
“Ye… ,” seru Velin dan Ani
Setibanya di taman kota mereka berjalan-jalan menikmati indahnya taman kota. Tiba-tiba Velin terjatuh.
“Aduh…!!” kata Velin sambil terjatuh di depan anak laki-laki.
“Kenapa Lin??” teriak Ani sambil berjalan menuju Velin.
“Kamu kenapa?” tanya anak laki-laki itu sambil memegang tangan Velin.
“Anu…anu…!!” jawab Velin dengan malu.
“Anu kenapa?” kata laki-laki itu
“jatuh…. Tadi tersandung,” jawab Velin dengan muka malu
Akhirnya mereka berbincang-bincang dan mereka pun saling kenal. Anak laki-laki tersebut bernama Malik, velin pun memperkenalkan Malik.
“Ani….. kenalkan ini Malik, teman baruku,” kata Velin sambil memperkenalkan ke Ani
“Apa, teman baru? Bukannya kamu yang biasanya mancing di danau bersama ayahnya?” tanya Ani ke Malik.
“Iya….” Jawab Malik singkat.
“Waduh, kok bisa ketemu disini ya!!! Jangan-jangan jodoh!!” kata Ani sambil meledek.
“Uh, kamu An,… bisa aja!!” jawab Velin dengan malu.
Mereka bertiga pun saling kenal dan bersahabat, ketika sedang asyik-asyiknya ngobrol Bu Guru memanggil mereka berdua untuk pulang, dan mereka pun berpamitan dengan Malik.
Waktu terus berjalan. Kedua gadis tersebut tumbuh menjadi sosok gadis remaja. Dan kehidupan mereka pun saat ini berbeda. Mereka pindah ke kota karena di desa mereka akan dibangun pabrik kayu yang besar. Sekarang mereka duduk di bangku SMA kelas X. Tidak disengaja laki-laki yang bernama Malik satu sekolahan dengan Velin dan Ani.
Tanda bel mulai pelajaran pun berbunyi dan mereka masuk ke kelas untuk mengikuti pelajaran seperti biasa. Mereka mengikuti pelajaran dengan baik. Tak terasa bel waktu istirahat berbunyi. Tiba-tiba Malik menghampiri Velin.
“Lin, ke kantin bareng yuk,” kata Malik sambil mengajak Velin ke kantin.
“Tapi aku udah janji mau ke kantin ama Ani,” sambung Velin.
“Udah ga papa ko… udah sana kamu sama Malik aja,” kata Ani sambil senyum.
“Benaran ga marah??” tanya Velin ke Ani.
“Benaran Velin….” Jawab Ani.
“Oh.. ya udah. Dah Ani,” kata Velin.
Setibanya di Kantin
“Lin, mau duduk di mana?” tanya Malik
“Ya udah, di sana aja!!” jawab Velin sambil menunjuk tempat duduk.
“Oh… ya udah!” kata Malik dengan singkat
“Lik…ada apai sich, tumben kamu ngajak aku ke kantin.”
“Oh… begini Lin, hari demi hari aku memandang dan selalu memperhatikan kamu,” kata Malik sambil memegang tangan Velin dan menatap matanya.
“Terus kenapa??” kata Velin
“Lin.. maukah kamu jadi pacar aku?” Tanya Malik dengan semangat
“Apa!!!...” Velin menjawab dan kaget.
“Ya… gimana ya?” tanya Velin
Dan Velin pun terdiam sejenak, Malik pun menunggu jawaban dengan tidak sabarnya.
“Gimana??... “ tanya Malik sambil menatap lagi
“Ya… aku mau jadi pacar kamu!!!” jawab Velin
“Apa,… serius ini ??!” kata Malik memastikan jawabannya.
“Iya… aku serius,” kata Velin
Dari kejauhan ada seorang gadis yang mendengarkan pembicaraan mereka. Ternyata gadis tersebut suka juga dengan Malik. Gadis tersebut bernama Lina.
Lina pun berniat menghancurkan hubungan mereka
“Aduh…. Malik udah pacaran dengan Velin, aku harus memisahkan hubungan mereka,” kata Lina dengan raut wajah yang marah.
“Aku harus bersahabat dengan Velin dan aku akan menghancurkan hubungan mereka dengan Malik dan juga menghancurkan pesahabatan Ani dan Velin. Harus!!!” kata Lina dengan semangat.
Pada suatu hari, Lina pun bergabung dengan Ani dan Velin, namun Ani mengetahui kelicikan dari Lina bahwa Lina ingin menghancurkan hubungan Velin dengan Malik.
Ani pun membicarakan persoalan tersebut dengan Velin, namun Velin tidak percaya. Meski berulang kali Ani menjelaskan pada Velin, Velin tetap tidak percaya. Velin malah percaya pada sahabat barunya, Lina.
Akibat ketidakpercayaan Velin dengan Ani, maka timbulah masalah antara Ani dengan Velin. Akhirnya persahabatan Velin dan Anipun pecah.
Setelah beberapa minggu akhirnya Velin sadar bahwa Lina benar-benar akan merusak hubungannya dengan Malik. Velin pun merasa bersalah kepada Ani. Lalu Velin pun menemui Ani dan meminta maaf.
“An… An… maafin aku ya, karena aku sudah tidak percaya lagi ke kamu,” kata Velin sambil berjabat tangan dengan Ani.
“Iya Lin, aku ngerti ko..!!” kata Ani dengan semangat.
“An, kamu masih mau bersahabat dengan aku kan?” kata Velin meminta jawaban ke Ani.
“Ya… masih Lin,” jawab Ani.
“Makasih An… memang kamu sahabat aku yang paling setia,” kata Velin dengan senang.
Ani dan Velin pun membicarakan persoalan mengapa Lina ingin menghancurkan hubungan Velin dan Malik.
“Lina…. Mengapa sih kamu ingin menghancurkan hubungan Velin dengan Malik?” kata Ani.
“Aku ga suka kalau mereka berpacaran,” jawab Lina dengan sewot.
“Apa alasanmu??” kata Ani.
“Karna….!!!” jawab Lina.
“Karna kenapa??” tanya Ani kembali.
“Karna aku juga suka sama Malik,” kata Lina dengan wajah yang marah.
“Apa!!! Tidak disangka kamu tega dengan teman sendiri berbuat begitu,” nasehat Ani.
“Dan Ani menasehati Lina bahwa semua itu tergantung sama yang diatas ya itu Allah. Dan Lina pun sadar bahwa Velin dan Malik benar-benar saling suka.
Akhirnya Velin, Ani dan Lina memutuskan untuk bersahabat dan tidak ada lagi kata cemburu….


Tomi x-4

Sahabat Oleh Catur X2

Perang segera akan terjadi, sementara itu Andi dan Anto segera mempersiapkan diri menghadapi perang. Andi dan Anto adalah dua pemuda disalah satu desa yang rencananya akan diserang oleh Belanda. Mereka berteman dari kecil, sehingga mereka sangat akrab dan seperti saudara kandung. Waktu mereka sedang sibuk dengan dengan mempesiapkan diri menghadapi Belanda, terdengar desas – desus bahwa Belanda akan menyerang Desa mereka, mendengar hal ini warga desa menjadi panik dan ketakutan. Dengan berani Andi mengajukan usul ke Pak Kades”, Pak Kades, bagaimana kalau kita mengadakan pertemuan untuk mempersiapkan diri menghadapi serangan Belanda?”, usul Andi.
“Bagus, itu usul yang baik”, jawab Pak Kades.
“Baiklah, kita akan berkumpul di Balai Desa nanti malam jam 19.00, diharap semua warga dapat datang karena ini keadaan darurat”, tambahnya.
“Jadi sudah jelas, nanti malam jam 19.00 saudara – saudari diharap datang ke Balai Desa”, tegas Andi.Lalu para wargapun membubarkan diri dan kembali ke rumah masing – masing. Begitu juga dengan Andi dan Anto, mereka pulang kerumah masing – masing.

Malampun tiba, Andi dan Anto pergi ke Balai Desa tepat pukul 19.00 bersama – sama. Mereka tak menyangka, ternyata warga sangat peduli dengan keamanan Desa, sehingga banyak sekali yang datang. Sambil gugup Andi bertanya ,” Anto, apa betul ini warga desa kita”.
“ Ya benar, inilah warga desa kita”,sahut Anto.
“Wah, banyak sekali. Aku tak percaya warga desa kita sebanyak ini”, tambah Andi.
“Iya, ayo kita menemui Pak Kades. Sepertinya Pak Kades sudah menunggu kedatangan kita”, tambah Anto.
Merekapun pergi menemui Pak Kades, lalu Pak Kades menyambut dengan baik dan pembicaraanpun dimulai.

Setelah berunding beberapa jam, akhirnya diperoleh kesimpulan yang berisi warga desa siap melawan penjajah atau siap untuk melakukan perang melawan penjajah Belanda. Dengan kesimpulan tersebut Andi dan Anto lebih semangat, karena mereka ditunjuk Pak Kades untuk menjadi pemimpin perang. Dengan hal ini mereka selalu berlatih menggunakan bambu runcing senjata khas desa dengan rutin dan selalu waspada.

Hari – haripun berlalu, demikian pula dengan warga desa yang semakin lihai bermain bambu runcing. Lalu di pagi hari seorang warga yang sedang berpatroli tak sengaja melihat bahwa Belanda telah menyerang dan menduduki desa tetangga. Andi mengetahui hal ini, lalu pasukan pun bersiap – siap untuk melakukan perang. Mereka berencana untuk membuat kaget Belanda dengan serangan – serangan mendadak. Rencana itu disetujui oleh Pak Kades, Operasi ini disebut operasi Beruang Hitam.

Setelah bersiap – siap, pasukan pun berangkatkan. Setelah siap diposisi masing – masing mereka mempersiapkan diri dan menunggu perintah dari Andi dan Anto untuk menyerbu pasukan Belanda. Setelah menunggu berjam – jam, terlihat para serdadu Belanda berbaju hijau berbondong – bondong melintasi perbatasan desa. Setelah para serdadu Belanda berada tepat dititik serang lalu Andi dan Anto berteriak,”Serang...... Jangan sampai Belanda menduduki desa kami..... Serbuuuu”.
Dengan adanya perintah tersebut Belanda mulai panik, lalu muncullah para pasukan desa. Belanda sangat kaget dan bingung karena tiba – tiba banyak pasukan menyerang. Perangpun dimulai, peperanga terjadi sangat sengit.

Setelah beberapa lama, akhirnya pasukan desa telah berhasil mengusir Belanda walaupun aa sedikit pasukan yang terluka. Pasukanpun kembali ke desa sambil bernyanyi – nyanyi seraya menikmati kemenangan. Setelah sampai di desa Andi mengajukan usul ke Pak Kades,” Pak Kades bagaimana untuk merayakan kemenangan, kita mengadakan pesta?”
“Oh, itu ide yang bagus”, jawab Pak Kades.
Tiba – tiba Anto memotong pembicaraan,” Jangan Pak Kades, karena hal itu akan membuat pasukan menjadi lemah”.
“ Diam kau Anto, kau tidak tahu apa – apa tentang kemenangan,” sahut Andi. Perseturuan antara merekapun berlangsung sengit, sampai – sampai mereka bertengkar. Lalu dengan rasa egoisnya, andi Anto pergi dari pasukan, karena tidak setuju dengan pendapatnya. Dengan rasa kesal dan kecewa Anto dan melakukan perang gerilya sendirian melawan Belanda ke hutan. Dengan hal ini Andi merasa puas, karena pendapatnya terlaksana dan pestapun dimulai.

Hari telah berganti, Andi telah merencanakan untuk melawan benteng Belanda di desa tetangga. Serangan itu dilakukan tanpa ikut serta Anto, sehingga daya serangnya kurang, ditambah tadi malam habis pesta, jadi stamina para pasukan berkuranng. Hal ini membuat Andi merasa kecewa dan malu kepada Pak Kades. Andi sedih dan teringat akan sahabatnya yang selama ini berjuang bersama menghadapi Belanda yang kini entah dimana. Dia sangat menyesali perbuatannya karena rasa egoisnya dia tega mengusir sahabat sejak kecilnya.

Andi sadar dan Ia mempunyai rencana untuk mencari sahabat dan minta maaf kepadanya. Setelah desa agak aman, Andi memutuskan untuk pergi bergerilya melawan Belanda dan mencari Anto sahabat karibnya Andi pun pergi dengan membawa sedikit pasukannya. Diperjalanannya Andi menemukan Arti kehidupan dan menyadari bahwa sahabat itu sangat penting dari segalanya. Merekapun melanjutkan perjalanannya.

Dua tahun telah berlalu, dari jauh terlihat seorang pria yang tidak asing lagi bagi Andi. Ternyata pria tersebut adalah sahabatnya yakni Anto.
“Anto..”, Andi teriak dengan rasa bahagia. Antopun menoleh kearah Andi.
Sambil berlari Andi berteriak,” Anto, maafkan aku”.
“ Iya, aku sudah melupakan hal itu,”jawab Anto.
Andi sangat bahagia karena bisa bertemu kembali dengan sahabat karibnya. Setelah melepas rindu, lalyu mereka pulang ke desa.

Sesampainya di desa, Pak Kades sangat senang karena Anto telah kembali. Tanpa berlama – lama merekapun langsung membicarakan tentang menghancurkan benteng Belanda di desa Tetangga. Setelah berbicara panjang, lalu diperoleh kesimpulan bahwa besok akan menyerbu Belanda di Desa tetangga.
Esokpun tiba, setelah siap – siap pasukanpun berangkat dan dipimpin oleh Andi dan Anto. Disaat Belanda lengah, pasukan pun langsung menyerbu...”Serbu....serbu,” teriakan para pasukan. Setelah beberapa jam, Belanda pun akhirnya menyerah dan berlarian kabur. Akhirnya perjuangan melawan Belanda berhasil dan keberhasilan ini terjadi karena persahabatan dua sahabat karib yang mampu melakukan segalanya.

Sebuah perjalanan

Sinar matahari yang menyengat dan bau tumpukan sampah sudah bercampur dengan rasa kekeluargaan. Jalan setapak yang sempit menyempit di antara gubuk kayudan rumah kardus. Teriak riang dan nyanyian anak kecil sedikit meredam bisingnya kendaraan bermotor.
Hembusan angin melewati celah bambu yang disusun rapi yang seolah berfungsi sebagai pagar. Atap yang tidak terlalu tinggi dan dinding bata yang sudah tampak rapuh masih setia untuk berdiri. Sekitar sepuluh pekerja sedang memilah-milah tumpukan besi tua dan sampah plastik. Pemandangan yang akan terlihat setiap hari. Rumah pengepul besi tua dan sampah plastik itu milik ayah Ipin.
Udara dingin mulai merayap bersamaan dengan datangnya malam. Cahaya lampu menggantikan peran matahari. Para pekerja juga sudah selesai dan pulang untuk melepas lelah bersama keluarga.
Segelas kopi menemani ayah Ipin yang duduk di kursi panjang warna coklar sambil asik menghisap rokoknya.
“Ipin, sudah malam. Sebentar lagi ibumu pulang.” Teriak lelaki separuh baya itu pada anaknya.
Suara derap langkah terdengar semakin mendekat menuju teras rumah Ipin. Botol-botol jamu yang sudah kosong disusun dalam bakul anyaman bambu yang kokoh dipanggu ibu Ipin. Raut mukanya tidak sedikit pun memancarkan rasa lelah.
“Ibu malah sudah pulang. Pin, cepat minumnya!” Pak Syah tidak sabar menanti Ipin.
Kehiningan tercipta sesaat, tidak terdengar suara sedikit pun. Segelas air yang diambil Ipin diletakkannya di meja. Ipin lalu duduk di sebelah ayahnya. Sementara ibunya sibuk menurunkan botol-botol jamu dari bakul.
“Bu, laku keras ya?” tanya Iin sembari memluk ibunya. Padahal dia sudah bukan anak kecil lagi.
“Beginilah Pin, ibu harus jalan jauh dulu baru jamunya habis.” Keluh ibu Ipin.
Malam semakin larut dan udara semakin menusuk tulang. Buku pelajaran tidak lagi dipedulikan oleh Ipin. Dentingan daun-daun yang dipukul angin menambah suasana kekeluargaan. Rasa kantuk tidak terbendung lagi.
“Ipin, tidur sudah malam!” teguran sayang ibu Ipin pada anaknya yang seharusnya tidak lagi.
Rasa kantuk yang luar biasa membuat Ipin tidak membantah lagi apa kata ibunya. Kasur merah muda bercorak bunga-bunga dengan ranjang yang tidak terlalu tinggi menjadi pelepas kantuk Ipin. Sentuhan sinar rembulan menjadi selimut dinginnya malam itu.
Saat rembulan tepat di tengah malam dan suara binatang sudah mulai berhenti. Raut muka Pak Syah memancarkan hal yang aneh. Istrinya masih belum bisa memejamkan matanya. Seolah mereka berdua memikirkan sesuatu di hari esok.
“Pak, sudah jangan dipikirkan nanti pusing sendiri.” Ibu Ipin mengunkapkan sebuah keputusan.
“Ya lah Bu, lebih baik kita tidur saja. Besok ya besok.” Pak Syah mengakhiri peracakapan.
Jam dindingkayu tua hanya diam dan menjadi saksi perbincangan kedua orang tua itu. Mengkhawatirkan hari esok yang mungkin tidak lagi bersahabat dengan mereka. Kini malam mulai berjalan cepat seiring terpejamnya mata.
Awan cerah memayungi kediaman keluarga itu. Ipin berencana berangkat lebih awal. Sampai sarapan ia lewatkan. Pak Syah bersikap biasa saja seolah percakapan tadi malam tidak pernah terjadi.
Siang mulai datang, sinar matahari cukup panas siang itu. Sorot mata ibu Ipin menggambarkan sesuatu yang sulit terbaca. Langkah kakinya menuju ruang makan, yang sebetulnya lebih layak disebut gudang. Jaring laba-laba yang pekat menjadi perabotnya. Ibu Ipin memang sering duduk melamun menghabiskan waktu atau meracik jamu di ruangan ini.
Waktu berlomba dengan menculnya kegelisahan di muka Pak Syah. Sesuatu tidak lagi terbendung untuk keluar dari hatinya. Akhirnya Pak Syah berjalan menuju ruang makan. Ia inginmengungkapkan sesuatu pada istrinya.
“Bu, apa yang akan kita harapkan lagi dari hidup ini?” pertanyaan Pak Syah pada istrinya.
“Ya Pak, hidup memang semakin sulit dan sepertinya aku sudah tidak kuat lagi jualan jamu.” kata istri Pak Syah dengan nada yang pelan.
Bunyi burung-burung gereja yang hinggap di atas pepohonan sedikit mengurangi pilu percakapan kedua orang tua itu. Cahaya yang melewati jendela seperti lukisan penghias suasana di ruang makan.
“Pak, aku sudah mantap.” ucapan tegas darimulut istri Pak Syah.
“Iya bu, aku juga. Kita tunggu Ipin dulu.” sahut Pak Syah.
Bulu kuduk Pak Syah mulai berdiri dan percakapan rumit itu pun berhenti. Sesuatu hal yang besar sedang mereka rencanakan. Masalah sosial atau uang mungkin penyebabnya.
Burung-burung gereja mulai pulang ke sarangnya yang berarti hari sudah sore. Tinggal selangkah lagi Ipin sampai di rumahnya. Rasa aneh menggelayuti benak Ipin. Aktifitas para pekerja yang biasanya rame hari ini tidak terlihat lagi. Belum masuk ke rumah, Ipin sudah disambut oleh ibunya. Sesuatu yang tidak biasa dan bahkan aneh.
“Pin, ayo ikut ibu ke ruang makan.” sambut ibu Ipin dengan sejuta senyuman.
“Hehehe, masak enak ya bu?” tanya Ipin dengan semangat.
Mereka berdua langsung menuju ruang makan. Ayah Ipin terlihat duduk melamun memandang nyamuk yang beterbangan ke sana ke mari. Ipin kemudian duduk di sebelah ayahnya dan menidurkan kepalanya.
'Pin, kamu mau ikut ayah dan ibu kan?” tanya ayah Ipin dengan nada yang kosong.
“Iya pak, tapi mau ke mana?” Ipin malah berbalik bertanya dengan muka lugunya.
Ibu Ipin hanya terdiam dan sesekali mengelus dahi anaknya. Suasana hening tercipta. Percakapan yang lagi-lagi sulit dimengerti. Ayah Ipin terlihat mengeluarka sesuatu dari balik sakunya. Nampak sebuah pisau dan dengan cepat Pak Syah menggunakannya untuk memotong nadinya.
Ipin hanya terdiam melihat darah yang terus mengucur dari tangan ayahnya. Sesekali ia memegangi tangannya.
“Pak, aku ikut.” jawab Ipin dengan mantap.
“Ayo Pin kita mulai saja!” perintah Ibu Ipin dengan meneteskan air mata.
Perlahan Ipin mulai memotong nadinya dan dilanjutkan oleh ibunya. Pak Syah mungkin suah tidak bernyawa lagi. Ipin terus memandangi kedua orang tuanya. Tetesan air mata terus mengucur dari Ibu Ipin.
“Bu, apa kita akan masuk surga?” tanya Ipin dengan suara yang parau.
“Ya Pin, kita sedang dalam perjalanan. Nanti di sana kita bersama lagi dan bersenang-senang.” jawab Ibu Ipin dengan senyuman.
Wajah mereka bertiga tampak sangat bahagia. Burung-burung bernyanyi mengiringi perjalanan mereka. Udara di ruangan itu kini tampak lebih bershabat dan mungkin kehidupan dunia yang panas ini tidak lagi mereka rasakan. Sebuah perjalanan yang Ipin, ayahnya dan ibunya yakini. Kematian memang obat terbaik dari sebuah penderiataan.

Oleh:Kemal
Blog penulis : http://www.karoseriblog.tk

Kamis, 22 Januari 2009

A...YA

A…Ya. Kata itu sering muncul dari mulut keponakanku yang baru satu-satunya. Kaevalya Pradnya Paramitha, itulah nama lengkapnya.

Namanya yang cukup panjang ternyata membuat banyak orang kerepotan menyapanya. Eyang (Keluarga dari pihak ibu) menyapa dengan panggilan Alya, yang ternyata hanya dilakukan oleh orang-orang dewasa. Sedangkan saudara-saudaranya yang masih kecil memanggil dengan sapaan Ale-ale (seperti merek sebuah minuman ringan aja ya) yang berasal dari kata Alea. Sedangkan Embah (keluarga dari pihak bapak) menganggap panggilan Mita lebih mudah daripada Alya, sehingga sejak saat itu dia dipanggil “Mita” oleh Embah.

Alya alias Mita tidak keberatan dengan beragam panggilan untuknya, ini terbukti dengan adanya respon baik ketika dipanggil.

Tapi itu dulu, sebelum dia mulai bisa bicara. Sejak usianya memasuki satu tahun dan seiring kecerdasan yang semakin bertambah ternyata dia mulai bisa mempertimbangkan mana nama panggilan yang dia sukai.

Hal ini mulai terlihat belakangan ini, sudah hampir satu bulan ini dia mulai suka mengeja “Aya”. Awalnya kami menganggap dia sedang memanggil ayahnya. Jadi setiap dia mengucapkan kata “Aya”, ayahnya akan menyahut. Tapi lama kelamaan kami mulai meragukan apakah yang dia maksud adalah Ayah.

Dan kata “Aya” mulai dapat kami tangkap maksudnya ketika dia dipanggil oleh mbah.

“Mita, ikut mbah ke warung yuk!” ajak mbah dengan semangat.

“Aya”, jawaban itu yang keluar dari mulut mungilnya.

“Oh … mau ikut Ayah? Ya udah… mbah ke warung sendirian saja” kata mbah sembari meninggalkannya.

Ternyata keponakanku ini bukannya bermain dengan ayahnya, malah langsung menangis dan berjalan dengan susah payah (karena baru bisa berjalan) ke arah mbah. Kemudian mbah menggendongnya dengan sedikit tanda tanya di kepala.

‘Katanya mita mau ikut Ayah kok ditinggal mbah malah nangis?” tanya mbah keheranan.

“Aya”, jawaban singkat itu lagi yang kami dapatkan.

“Itu maksudnya dia minta dipanggil Alya, mbah!” Ibu mita menjelaskan.

Oho, ternyata keponakanku yang lucu ini sudah mulai menentukan pilihan. Hanya saja panggilan yang dia pilih agak membuat kami kerepotan karena harus mengubah sapaan yang sudah satu tahun digunakan.

Kami anggap ini merepotkan karena ternyata setiap dipanggil dengan panggilan Mita, dia akan menjawab “Aya”. Sehingga kami harus menjelaskan pada siapapun yang masih memanggilnya dengan panggilan Mita bahwa sekarang dia tidak mau dipanggil Mita dan hanya mau dipanggil Alya.

Kerepotan kami dalam menjelaskan kepada orang-orang sering disambut dengan tawa kecil dari mereka yang sering juga disertai dengan cubitan kecil pertanda gemas di pipi Alya alias Mita.

Ternyata hari ini rasa geli dan gemas mereka dirasakan langsung oleh mbah. Pagi ini Alya seperti biasa bergelayut manja pada mbah yang telah bersiap-siap keluar rumah sambil menenteng tas.

“Mita ikut Mbah nggak?” tanya mbah yang masih saja belum terbiasa untuk mengganti panggilan kepada cucu tercinta.

“Aya”, ternyata malah jawaban itu yang keluar dari mulutnya.

Mbah yang tau bahwa itu pertanda protes dari cucu tercinta jadi tertawa geli, dan masih sambil tertawa mbah bertanya lagi.

“Alya apa mita?”

“Aya” jawab Alya tegas.

“Mita apa Alya” goda mbah lagi.

“Aya” jawabnya dengan suara keras sekarang.

“Alya apa Mita lah” kata mbah yang ternyata belum puas menggoda.

“Aya, A…Ya” jawabnya kini.

Kami pun tertawa keras bukan cuma karena Alya yang ngotot dipanggil Alya, tapi karena ketika mengucapkan kata Alya yang terakhir dia mengucapkan dengan cara dieja. Seolah-olah dia adalah guru yang sedang mengajari muridnya membaca.

Kejadian itu membuat mbah sontak tertawa keras sambil berkata ”Emangnya mbah, anak SD apa diajari mengeja!’.

Sejak itu mbah memanggilnya dengan panggilan Alya. Mungkin takut kalau-kalau Alya akan mengajarinya mengeja.

basis dan topik tulisan

Seperti yang sudah disinggung pada tip sebelumnya, tulisan opini adalah berupa tanggapan dari fenemona yang lagi tren saat ini. Dalam konteks tulisan opini di koran, maka tulisan yang perlu kita tanggapi adalah sebagai berikut:
1. Isi Editorial/Tajuk sebuah media.
2. Headline/Berita utama sebuah media.
3. Tulisan opini.
4. Hari besar Nasional dan Internasional.

Siapapun yang ingin jadi penulis/pengamat hendaknya tidak pernah melewatkan tiga poin pertama di atas setiap kali membaca sebuah koran. Dan selalu mengingat poin ke empat.

1. Tanggapan Editorial/Tajuk sebuah media adalah suara atau sikap resmi dari media yang bersangkutan tentang sebuah kasus/kejadian tertentu; sesuai dengan misi media tsb. Menanggapi editorial/tajuk di harian Kompas tentu saja berbeda dengan cara kita menanggapi editorial di harian Republika, misalnya. Umumnya menanggapi tulisan editorial/tajuk harus cepat. Idealnya, tanggapan untuk tajuk/editorial hari ini dapat dikirim hari ini juga sehingga dapat dimuat esok harinya di media terkait. Namun, kalau tanggapan kita baru selesai dalam dua hari, teruskan dikirim ke media terkait, karena peluang untuk dimuat masih tinggi terutama untuk media yang tak sebesar Kompas.

2. Tanggapan Headline Media/Berita Utama juga bisa dijadikan pijakan untuk menulis. Jangan lupa untuk mencatat nama media/tanggal/bulan headlines yang kita kutip.

3. Tanggapan Artikel Opini. Artikel opini dikenal juga dengan istilah artikel OP-ED (singkatan dari opini-editorial). Umumnya artikel OP-ED yang menanggapi artikel OP-ED lain berisi tambahan yang lebih lengkap dari yang dibahas sebelumnya atau menentang artikel yang ditanggapi.

4. Hari besar nasional/internasional adalah tulisan yang isinya berkaitan dengan hari besar pada saat itu. Contoh, pada sekitar 21 Januari mendatang adalah Hari Raya Idul Adha. Siapkan sejak sekarang tulisan yang berkaitan dengan hari idul adha. Dan kirimkan segera ke media sebelum hari H.

Catatan: Umumnya kita mengirim tulisan yang berdasarkan tanggapan atas Editorial atau Headlines pada media yang kita tanggapi. Contoh, tanggapan Editorial/Headlines di Kompas hendaknya dikirim ke Kompas, tidak ke media lain. Namun kalau tidak dimuat di media terkait, tak ada salahnya dikirim ke media lain. Sedangkan untuk artikel OP-ED yang berkaitan dengan hari besar nasional/internasional dapat dikirim ke media mana saja.

Sumber:www.fatihsyuhud.com

Menulis Paragraf Argumentasi

Anda telah banyak belajar memperoleh informasi. Kemampuan Anda dalam mencari dan memperoleh informasi dapat membuat Anda kaya akan informasi. Dalam pelajaran ini, Anda akan berlatih menulis paragraf argumentatif untuk memantapkan daya kritis Anda. Manfaatkanlah potensi Anda tersebut dengan belajar menulis paragraf argumentatif

Kata argumentatif berarti alasan. Jadi paragraf atau karangan argumentatif adalah karangan yang memberikan alasan kuat dan meyakinkan. Dalam argumentatif, penulis menyampaikan pendapat yang disertai penjelasan dan alasan yang kuat dengan maksud agar pembaca terpengaruh

Dalam berargumentasi, kita boleh mempertahankan pendapat, tetapi juga harus mempertimbangkan pendapat orang lain yang berbeda dengan pendapat kita. Penalaran yang sehat dan didukung oleh penggunaan bahasa yang baik dan efektif sangat menunjang sebuah karangan argumentatif.

Jadi hal-hal yang harus diperhatikan dalam membuat karangan argumentasi adalah sebagai berikut.

1. Berpikir sehat, kritis, dan logis.

2. Mencari, mengumpulkan, memilih fakta yang sesuai dengan tujuan dan topik, serta mampu merangkaikan untuk membuktikan keyakinan atau pendapat.

3. Menjauhkan emosi dan unsur subjektif.

4. Menggunakan bahasa secara baik dan benar, efektif, dan tidak menimbulkan salah penafsiran.

Dasar karangan argumentasi adalah berpikir kritis dan logis. Oleh karena itu, harus berdasarkan pada fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan. Fakta-fakta tersebut dapat diperoleh dengan berbagai cara, antara lain:

1. bahan bacaan (buku, majalah, surat kabar, atau internet);

2. wawancara atau angket;

3. penelitian atau pengamatan langsung melalui observasi.

Paragraf argumentatif dapat dikembangkan dengan pola penalaran sebab-akibat, yakni menyampaikan terlebih dahulu sebab-sebabnya dan diakhiri dengan pernyataan sebagai akibat dari sebab tersebut. Dalam penggunaannya, penalaran sebab akibat dapat disajikan menjadi akibat sebab. Artinya, menyampaikan terlebih dahulu akibatnya, kemudian dicari sebab-sebabnya.

Agar lebih mudah, Anda dapat menulis paragraf argumentatif dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Daftarlah topik-topik pendapat yang dapat dikembangkan.

2. Susunlah kerangka paragraf yang akan dibuat.

3. Kembangkan kerangka tersebut menjadi paragraf.

4. Anda dapat menggunakan kata penghubung antarkalimat (oleh karena itu, dengan demikian, oleh sebab itu, dan lain-lain).

Senin, 19 Januari 2009

Pentingnya Belajar Bahasa

Bahasa adalah hal yang sangat penting. Tanpa bahasa kita tidak akan bisa berkomunikasi. Bahasa yang kita pelajari sangat beragam. Untuk dapat berbahasa dengan baik ita harus mempelajari bahasa-bahasa tersebut. Di SMA kita telah mempelajari berbagai bahasa, mulai dari Bahasa Jawa, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin. Ini sangat untuk menjalani kehidupan. Bahasa indonesia adalah salah satu mata pelajaran yang diikutkan dalam ujian nasional. Jika kita tidak belajar bahasa, ini tentu akan mempengaruhi niai ujian kita, hal ini merupakan salah satu contoh betapa pentingnya untuk belajar bahasa. Bahasa Jawa juga sangat penting didalam berkomunikasi dalam lingkungan masyarakat Jawa. Jika kita tidak mempelajari Bahasa Jawa kita akan kesulitan untuk berkomunikasi dengan masyarakat setempat. Bahasa Inggris adalah bahasa Internasional. Karena itu kita juga harus mempelajarinya. Bahasa Inggris dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan orang luar negeri. Dengan menggunakan Bahasa ini menjadikan kita lebih mudah untuk berkomunikasi. Di Sekolah kita juga terdapat Bahasa Asing lainnya, yaitu Bahasa Mandarin. Dimana dalam mempelajari bahasa ini kita harus disiplin agar dapat cepat memahami dan menguasai Bahasa ini. Manfaat dari mempelajari Bahasa Mandarin yaitu jika kita berkomunikasi dengan orang yang dalam kesehariannya menggunakan Bahasa Mandarin, akan memudahkan kita dalam bergaul dengan orang yang menggunakan Bahasa Mandarin.

NAMA ANGGOTA PENULIS
1. MALIKA FAJRI NOOR
2. MAR ATUL MUVIDAH
3. PRITARANI AULIA SIWI
4. SEPTIANI AMALIA

KELAS : X-3

Minggu, 18 Januari 2009

Meresapi Gaya Orang Menulis

Di bagian sebelumnya disebutkan bahwa cara terbaik memulai menulis adalah LEARN THE HARD WAY. Langsung menulis menurut insting, tanpa belajar teori; bak cowok atau cewek yang rajin menulis diary kala sedang jatuh cinta. Dan langsung dikirim ke media.
Cara lain adalah dengan BANYAK MEMBACA TULISAN/ARTIKEL ORANG yang sudah dimuat. Resapi tutur bahasanya. Teliti cara pengungkapan idenya.Umumnya tulisan apapun tak luput dari tiga unsur: pengantar, isi dan penutup/kesimpulan. Ketiga unsur ini tak pernah disebut tapi bisa dirasakan. Semakin banyak kita membaca tulisan orang, akan semakin mudah kita menyerap dan membedakan mana yang pengantar, isi dan kesimpulannya; dan semakin mudah kita ‘meneladani’ gaya dan cara ekspresinya.Biasanya kita akan cenderung meniru gaya penulis tenar yang bentuk dan ide tulisannya paling sesuai dengan ide-ide kita. Rizqon, misalnya, yang cenderung terbawa gaya menulis Ulil Abshar-Abdalla, tokoh muda NU idolanya yang walaupun cuma lulus M.A. sudah sering memberikan general lectures di berbagai universitas beken Amerika seperti di Harvard Univ., Michigan Univ., dan lain-lain. Saat ini, Rizqon tampak sudah pindah meneladani gaya tulisan Saifuddin Zuhri, menteri agama RI era Sukarno yang produktif menulis. Anda bisa melihat gaya baru tulisan Rizqon Khamami ini dalam kumpulan tulisannya di situsnya: http://rizqonkham.blogspot.com
Sedangkan Zamakhsyari Jamil cenderung meniru gaya menulis tokoh pujaannya dari Riau, Tabrani Yunis, bekas tokoh Riau Merdeka, yang kolomnis tetap di koran Riau Pos. Tulisan-tulisan Tabrani Yunis yang slengekan dan tajam tampak mewarnai tulisan ustadz muda KBRI ini. Kumpulan tulisannya yang sudah dipublished maupun belum bisa Anda temui di situsnya http://e-tafakkur.blogspot.com
Saya sendiri, yang kata ayah saya “berotak lemah dan bodoh”, cenderung meniru gaya tulisan yang mudah dipaham orang, kendatipun saya tidak terfokus meniru satu gaya tertentu. Tulisan-tulisan Hamka, Amin Rais, Jalaluddin Rahmat sangat mudah dicerna otak saya yang lamban, dan mungkin sedikit banyak mempengaruhi gaya saya menulis.
Bagi Anda yang mulai teraspirasi dengan tulisan tokoh-tokoh terkenal nasional, silahkan berbagi pengalaman dengan menuliskannya di sini atau ke email saya. (bersambung…)

sumber:http://www.fatihsyuhud.com/

Bagaimana Memulai Menulis?

Banyak yang ingin menulis ke media tapi bingung bagaimana memulainya. Ada dua cara:
1. Mempelajari teori menulis baru praktik;
2. Learn the hard way atau menulis dulu teori belakangan.

Terserah kita mana yang lebih enak dan nyaman. Tapi, berdasarkan pengalaman rekan-rekan di India yang tulisannya sudah banyak dimuat di media, alternatif kedua tampaknya lebih bagus. Rizqon Khamami, Zamhasari Jamil, A. Qisai, Tasar Karimuddin, Beben Mulyadi, Jusman Masga, Irwansyah, dan lain-lain semuanya belajar menulis dengan langsung mengirim tulisannya. Bukan dengan belajar teori menulis lebih dulu.Saya sendiri merasa alternatif kedua lebih enak. Ini karena kemampuan daya serap saya terhadap teori sangat terbatas. Saya pernah mencoba belajar teori menulis. Hasilnya? Pusing. Bukan hanya itu, bahkan dalam belajar bahasa Inggris pun, saya cenderung langsung membaca buku, koran atau majalah. Pernah saya coba belajar bahasa Inggris dengan membaca grammar, hasilnya sama: pusing kepala.

Sulitkah Menulis?
Sulitkah menulis? Iya dan tidak. Sulit karena kita menganggapnya sulit. Mudah kalau kita anggap “santai”. Eep Saifullah Fatah, penulis dan kolomnis beken Indonesia, mengatakan bahwa menulis akan terasa mudah kalau kita tidak terlalu terikat pada aturan orang lain. Artinya, apa yang ingin kita tulis, tulis saja. Sama dengan gaya kita menulis buku diary. Setidaknya, itulah langkah awal kita menulis: menulis menurut gaya dan cara kita sendiri. Setelah beberapa kali kita berhasil mengirim tulisan ke media — dimuat atau tidak itu tidak penting– barulah kita dapat melirik buku-buku teori menulis, untuk mengasah kemampuan menulis kita. Jadi, tulis-tulis dahulu; baca teori menulis kemudian. Seperti kata Rhoma Irama, penyanyi kesayangan Malik Sarumpaet.

Topik Tulisan
Topik tulisan, seperti pernah saya singgung dalam posting beberapa bulan lalu, adalah berupa tanggapan tentang fenomena sosial yang terjadi saat ini. Contoh, apa tanggapan Anda tentang bencana gempa dan tsunami di Aceh? Apa tanggapan Anda seputar pemerintahan SBY? Apa tanggapan Anda tentang dunia pendidikan di Indonesia? Dan lain-lain.
Sekali lagi, usahakan menulis sampai 700 kata dan maksimum 1000 kata. Dan setelah itu, kirimkan langsung ke media yang dituju. Jangan pernah merasa tidak pede. Anda dan redaktur media tsb. kan tidak kenal. Mengapa mesti malu mengirim tulisan? Kirim saja dahulu, dimuat tak dimuat urusan belakangan. Keep in mind: Berani mengirim tulisan ke media adalah prestasi dan mendapat satu pahala. Tulisan dimuat di media berarti dua prestasi dan dua pahala. Seperti kata penulis dan ustadz KBRI, Rizqon Khamami.

Rendah Hati dan Sifat Kompetitif
Apa hubungannya menulis dengan kerendahan hati? Menulis membuat kita menjadi rendah hati, tidak sombong. Karena ketika kita menulis dan tidak dimuat, di situ kita sadar bahwa masih banyak orang lain yang lebih pintar dari kita. Ini terutama bagi rekan-rekan yang sudah menjadi dosen yang di mata mahasiswa-nya mungkin sudah paling ‘wah’ sehingga mendorong perasaan kita jadi ‘wah’ juga alias ke-GR-an.
Nah, menulis dan mengirim tulisan ke media membuat kita terpaksa berhadapan dengan para penulis lain dari dunia dan komunitas lain yang ternyata lebih pintar dari kita yang umurnya juga lebih muda dari kita. Di situ kita sadar, bahwa kemampuan kita masih sangat dangkal. Kita ternyata tidak ada apa-apanya. Ketika kita merasa tidak ada apa-apanya, di saat itulah sebenarnya langkah awal kita menuju kemajuan.
Kita juga akan terbiasa menghargai orang dari isi otaknya bukan dari umur atau senioritasnya apalagi jabatannya.Di sisi lain, membiasakan mengirim tulisan ke media membuat sikap kita jadi kompetitif. Sekedar diketahui, untuk media seperti KOMPAS, tak kurang dari 70 tulisan opini yang masuk setiap hari, dan hanya 4 tulisan yang dimuat. Bayangkan kalau Anda termasuk dari yang empat itu. Itulah prestasi. Dan dari situlah kita juga belajar menghargai prestasi dan keilmuan serta kekuatan mental juara seseorang.

sumber: http://www.fatihsyuhud.com/