Custom Search

Selasa, 10 Maret 2009

Chauvinisme dan Nasionalisme

oleh: Dimas X-5

Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang terletak anatara 60 LU-110 LS dan 950 BT-1410 BT secara astronomis, dan secara geografis Indonesia terletak antara Benua Asia serta Benua Australia dan Samudra Pasifik serta Samudra Hindia. Dengan keadaan alam tropis menjadikan Indonesia sebagai negara yang subur karena mendapat curah hujan dengan intensitas yang cukup tinggi dan merata. Dengan keadaan tersebut daerah-daerah di Indonesia adalah daerah yang subur.

Dari segi demografi, Indonesia terdiri dari ratusan suku bangsa yang mendiami tiap-tiap daerah yang ada di Indonesia dari ujung Sabang hingga ujung Merauke. Indonesia merupakan negara dengan suku bangsa terbanyak di dunia dengan jumlah 400 suku bangsa yang ada. Dimana suku Jawa adalah suku terbesar yang ada di Indonesia. Oleh karena hal itu hingga saat ini Indonesia masih memegang rekor dunia dalam jumlah suku bangsa terbesar di dunia.

Dilihat dari hal tersebut tidaklah selamanya berdampak baik bagi Indonesia. Terkadang masalah muncul dari adanya perbedaan tersebut. Sifat dan karakter dari setiap orang berbeda, begitu juga dengan sifat dan karakter setiap suku juga berbeda. Semisal watak dari suku Batak yang keras sangat berbeda dengan watak dari orang Jawa yang sifatnya halus dan penyabar. Mungkin itu perbedaan dari segi watak dan sifat belum lagi loyalitas setiap individu terhadap suku asalnya.

Masalah tersebut memang sudah ada dari zaman dahulu ketika individu lebih memilih kelompoknya dari pada berbaur menjadi satu tanpa tanpa memandang perbedaan yang ada. Dalam istilahnya hal ini disebut dengan Chauvinisme atau Jingoisme. Chauvinisme masuk dalam bentuk Nasionalisme secara arti sempit yang artinya rasa cinta kepada bangsanya, faham / golongan tertentu yang berlebihan sehingga tidak menghiraukan / tidak peduli dengan orang lain atau golongan lain yang tidak sepaham dengannya. Sifat seperti ini cenderung mengarah kedalam perpecahan. Karena, akan tampak terlihat kecenderungan dari individualisme setiap orang atau kelompok. Hal nyata dari hal ini sudah bisa terlihat secara jelas dan tertulis dalam sejarah negri ini. Ketika masa penjajahan yang dilakukan bangsa asing terhadap negri ini. Dimana penjajahan berlangsung sangat lama. Mengapa hal itu bisa terjadi? Ya, karena dalam melawan penjajah kita tidak bersatu dalam menentukan arah gerakan perjuangan. Sifat kedaerahan yang begitu tinggi menjadikan kita tidak pernah bersatu.

Bertindak sendiri, merasa yang paling hebat dan kuat, haus akan sebuah kebebasan itulah yang ada dalam diri setiap orang saat itu. Seandainya kita bisa bersatu dari dulu, saya yakin umur Kemerdekaan negri ini pasti jauh lebih tua dari sekarang yang ada. Chauvinisme dalam bentuk lain masih banyak lagi contohnya semisal pada zaman sekarang paham suku, agama, ras, dan golongan begitu kental terutama menjelang datangnya Pemilu 2009. Dimana untuk seorang calon pemimpin ada orang beranggapan haruslah orang Jawa dan beragama Islam karena hanya merekalah yang bisa mengayomi dan bisa bersabar dalam memimpin negri ini tidak lupa dengan embel-embel Haji ataupun Hajjah. Dari golongan ada partai politik yang sedang gencarnya tebar pesona dihadapan rakyat dengan mengumbar segala kelebihan partai politiknya dan tidak lupa juga mengumbar segala kejelekan partai politik yang menjadi rivalnya. Suatu hal yang sangat egois, dimana keadaan bangsa ini sedang corat-marut menghadapi berbagai masalah yang ada. Jika saya lihat partai politik yang ada sekarang tidak lebih dari mencari keuntungan semata dari ajang Pemilu kali ini. Dimana jika mereka menang maka makin berjayalah mereka, sepertinya tidak ada yang tulus mengemban amanat titipan rakyat. Jika kita sebenarnya harus tahu menjadi pemimpin amatlah berat tidak semudah yang dibayangkan tapi kenapa mereka para Caleg tidak memandang akan hal ini. Sepertinya mereka lupa bahwa apa yang mereka kerjakan di dunia akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Bisa kita lihat bukan? Betapa bahayanya Chauvinisme ketika hal tersebut muncul disertai rasa egois yang tinggi. Hanya Nasionalisme yang sesungguhnya yang dapat mengatasi hal ini.

Nasionalisme yang sesungguhnya adalah rasa nasionalisme dimana kita mencintai dan bangga terhadap tanah air dan bangsanya tanpa memandang bangsa atau kelompok lain lebih rendah dari bangsa atau kelompok sendiri dan tanpa melihat segala perbedaan yang ada diantaranya.

Nasionalisme yang seperti ini yang lebih megutamakan persatuan dan kesatuan demi terwujudnya hubungan kerja sama, keharmonisan maupun keselarasan antar sesama suku dan segala perbedaan yang ada di bawah Bhineka Tunggal Ika.

Suatu contoh dari para pendiri negara kita Ir. Soekarno dan Bung Hatta dalam merumuskan dasar negara Indonesia yaitu Pancasila. Ketika saat itu sila Pertama berbunyi : Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Menjalankan syariat-syariat Islam bagi Para Pemeluknya. Saat awal kemerdekaan rasa nasionalisme masyarakat Indonesia begitu tinggi. Hal itu terbukti dari tindakan protes dari masyarakat non-Muslim yang ada mereka meminta untuk dasar negara dijadikan sebagai dasar yang memikat semua tanpa melirik suatu golongan atau agama. Sehingga mereka bisa menjadi Warga Negara Indonesia seutuhnya. Atas dasar hal itu maka para pendiri negara Indonesia sepakat untuk merubah sila Pertama menjadi : Ketuhanan yang Maha Esa. Suatu hal yang luar biasa yang membuat para pendiri negara kita tidak bersifat egois karena mereka berpikir persatuan dan kesatuan negri ini adalah yang utama. Dari hal inilah para pemimpin masa kini dan bagi para calon pemimpin masa depan bisa menjadikan ilmu,contoh, dan panutan dalam memimpin negri ini kelak.



Daftar Pustaka

Drs.Chotib dan Drs. Djazuli, H.M.2006. Kewarganegaraan 1. Jakarta: Yudhistira

Munawir, S.Pd. Dkk. 2006. Cakrawala Geografi IX. Jakarta: Yudhistira.

Sunandi dan Asy, Mas'udi. 2004. Pengetahuan Sosial Kewarganegaraan SMP.Jakarta: Tiga Serangkai.

www.google.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar