Custom Search

Rabu, 11 Maret 2009

Kecanduan Cinta

oleh: Isna Diyanti


Menurut Jacinta F. Rini, M.Si. “ Istilah kecanduan cinta mungkin bukan istilah yang umum terdengar. Istilah yang sudah umum beredar seperti kecanduan minum, alkohhol, narkoba, rokok, kerja, dan lain sebagainya. Meskipun “barang”nya cinta, bukan berarti aman-aman saja bagi pecandunya dan tidak membawa dampak apapun juga,. Justru, dampak dari kecanduan cinta ini sama buruknya untuk kesehatan jiwa seseorang. Buktinya, sudah banyak kasus bunuh diri atau pembunuhan yang terjadi akibat kecanduan cinta meski korban maupun pelaku sama-sama tidak menyadari.”
Di dalam masyarakat sudah banyak sekali kesalahan dalam mempersepsi atau mengartikan cinta sejati dengan cinta yang bersifat candu. Berbagai film, sinetron, atau pun lagu-lagu turut andil dalam menyaru-kan kondisi kecanduan cinta dengan cinta sejati. Akibatnya, banyak orang terjebak dalam pengertian yang keliru antara kecanduan cinta dengan cinta sejati. Contoh ekstrimnya, ada orang yang bunuh diri karena ditinggal kekasih, dan orang menilai bahwa cerita ini mencerminkan kisah cinta sejati. Pada umumnya, individu yang mengalami kecanduan cinta menunjukkan tanda-tanda :

1.Adanya pikiran obsesif, misalnya terus-menerus curiga akan kesetiaan pasangan, terus menerus takut ditinggalkan pasangan sehingga selalu ikut kemanapun perginya sang kekasih.
2.Selalu menuntut perhatian dari waktu ke waktu, tanpa ada toleransi dan pengertian.
3.Selalu bergantung pada pasangan dalam segala hal, apapun juga, mulai dari minta pendapat , mengambil keputusan sampai dengan memilih warna pakaian.
4.Menuntut waktu, perhatian, pengabdian dan pelayanan total sang kekasih. Jadi, pasangan tidak bisa menekuni hobinya, jalan-jalan dengan teman-teman kelompoknya, atau bahkan memberi sebagian waktunya untuk otang tua/kelurga.
5.Menggunakan sex sebagai alat untuk mengendalikan pasangan.
6.Menganggap sex adalah cinta dan sarana untuk mengekspresikan cinta.
7.Kehilangan salah satu hal terpenting dalam hidup, misalnya pekerjaan atau keluarga inti demi mempertahankan hubungan.

Jadi, tidak ada istilah ”puas” dalam setiap hubungan yang terjalin antara orang yang kecanduan cinta dengan pasangannya; ibaratnya seperti mengisi gelas bocor yang tidak pernah bisa penuh jika diisi, karena begitu airnya dituang lantas langsung keluar lagi dan airnya tidak pernah luber. Demikian juga orang kecanduan cinta, mereka tidak pernah membagikan cinta secara tulus kepada orang lain karena selalu merasa kecanduan cinta. Oleh sebab itu, banyak di antara mereka yang sering berganti pasangan karena merasa harapan mereka tidak dapat dipenuhi sang kekasih. Paadahal, meski puluhan kali mereka berganti pasangan, individu yang kecanduan cinta akan sulit membangun hubungan yang stabil dan abadi. Sayangnya, banyak dari mereka yang tidak sadar, bahwa sumber masalah justru ada pada diri sendiri. Sebenarnya, kecanduan cinta itu adalah kecanduan yang bersifat psikoligis karena tidak terpenuhinya kebutuhan psikologis ( kasih sayang, perhatian ) di masa kecil. Menurut Erik Erikson – seorang pakar perkembangan psikososial, orang yang pada masa batita-nya tidak mengalami hubungan kelekatan emosional yang stabil, positif dan hangat dengan lingkungannya, akan sulit mempercayai orang lain, bahkan sulit untuk mempercayai diri sendiri. Selain itu, trauma psikologis yang pernah dialami seperti penyiksaan emosional dan fisik pada usia dini, atau menyaksikan sikap dan tindakan salah satu orang tua yang agresif dan kasar terhadap pasangan, dapat menghambat proses kematangan dan kestabilan emosinya. Pemandangan dan pengalaman tersebut kelak berpotensi mempengaruhi pola interaksinya dengan orang lain. Akibat kecanduan cinta bisa dirasakan secara langsung oleh yang bersangkutan, karena orang itu tidak dapat menikmati hubungan yang terjalin karena pikiran dan perasaannya selalu diliputi ketakutan. Jadi, untuk mengembalikan seseorang pada bentuk hubungan yang sehat, langkah pertama yang diperlukan adalah memperkuat pribadinya terlebih dahulu. Dengan meningkatkan sumber kekuatan psikologis secara internal, akan mengurangi ketergantungan pada kekuatan eksternal orang itu harus merasa aman dan percaya dengan dirinya sendiri untuk bisa merasa aman dalam setiap jalinan hubungan dengan orang lain . Ada kalanya, orang-orang demikian membutuhkan bantuan para professional untuk membimbinga dan mengarahkan mereka membangun pribadi yang positif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar