Custom Search

Sabtu, 14 Maret 2009

Membuat Cerpen

Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Semester II / 2009








Disusun oleh :

Gita Normala D.
X-1/15



Cinta Sejati Seorang Taruna


Kami dari mulai SMP sampai SMA di sekolah yang sama.
Cintaku terpisahkan kerena sama-sama mencari ilmu, walaupun jarak kota yang memisahkan cinta kita tapi komunikasi tidak pernah putus melalui surat menyurat, telpon atau HP. Saya melanjutkan pendidikan di Bandung dan Setia nama pacarku dia adalah seorang Taruna Angkatan Udara yang sedang pendidikan di kota Gudeg di Jogjakarta. Saat libur semester Setia datang ke Bandung dan mengajak aku pulang. Kebetulan kami lahir di kota yang sama yaitu Ciamis. Betapa bangganya saya saat berjalan di sampingnya, tampak gagah dengan pakaian seragam Taruna yang dikenakan. Rasanya kami jadi perhatian orang-orang sekitar.
“Na, ada apa kamu senyum-senyum sendiri?” Setia bertanya dengan tatapan penuh bingung
“Emm…aku senaaaaanngg…sekali Wan, rasanya dunia ini hanya milik kita berdua. Lihat orang-orang sekitar melihat kita seperti terkagum-kagum!” Tersenyum geli
“Iiih…lebay banget! Jangan kejanjenan dulu! Coba perhatikan, barang kali saja pakaianmu tidak beres!” Merasa sedikit malu
“Gak tuh…gak ada yang aneh kok?! Baju sudah dikancing, resleting celana sudah rapat, baju juga tidak terbalik. Apanya yang tidak beres, Wan?” Sambil memeriksa lagi pakaiannya dan melihat pakaian Setia
“Oooh…kalau begitu mungkin karena melihat kamu yang sangat cantik”
Kemudian, Nina langsung tersipu malu dan wajahnya seperti dipenuhi dengan saus tomat. Maksudnya berubah menjadi merah merona gitu?!
“Tuhkan…baru dibilang begitu saja langsung jadi tambah kelihatan cantik. Hehe..”
Nina spontan mencubit lengan Setia. Setia langsung menggenggam lengan Nina dengan erat. Mereka menuju terminal bis. Di terminal bis Patas Budiman sudah siap untuk berangkat.
Selama bis berjalan, Setia banyak bercerita tentang pengalamannya di Jogja.
“Nin, kemarin waktu ujian kecabangan…aku gak lulus jadi pilot penerbang. Karena saat tes keseimbangan aku tidak stabil” Wajahnya langsung merengut
Nina berusaha menenangkannya dengan mengelus-elus punggungnya.
“Tidak apa-apa Wan, kamu tetap bersyukur…mungkin ada hikmahnya di balik kegagalan itu. Siapa tahu suatu saat kariermu bisa sukses dengan apa yang diterima sekarang.” Tersenyum tipis
“Makasih ya, sayang! Kamu begitu pengertian. Sekarang aku sudah merasa lega karena mendengar ucapanmu tadi. Makasih lagi ya!” Sambil mengelus-elus rambut Nina yang begitu halus
Saat bis masuk, telah melewati kota Sumedang. Jalannya penuh dengan berkelok-kelok. Sewaktu belokan, rasanya bis seperti hampir mau jatuh. Itu membuat Nina merasa takut dan pertamanya seperti terdorong untuk muntah. Rasa mualnya bukan main. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya. Setia cemas, dengan lebutnya mengusap keringat di wajah Nina dengan sapu tangan dan bergegas mengambil minyak angin di tas Nina. Di tikungan yang benar-benar tajam, Nina benar-benar muntah dan mengenai baju Setia. Nina merasa sedikit bersalah dan tidak ada tenaga lagi.
“Wan, aku pusing sekali…” Wajahnya terlihat sangat pucat
Setia tidak merasa marah karena muntahannya Nina mengenai bajunya, yang ada sabar dan dengan telatennya membersihkan kotoran muntah di wajah Nina dan bajunya.
“Nin…” Melihat wajah Nina yang tidak sanggup lagi
“Nin…sini kepalamu sandarkan dibahuku. Pejamkan matamu dan tarik nafas dalam-dalam dan hembuskan perlahan-lahan.”
Nina sudah merasa sedikit lebih baik daripada yang tadi.
“Wan…maafkan aku ya! Aku sudah merepotkanmu” dengan nada yang begitu datar
“Sudah…jangan banyak bicara dulu! Istirahat saja ya!”
Sesampai di kota tujuan. Setia mengantar Nina ke rumah dengan menaiki taksi.



Setelah pamitan dengan kedua orangtua Nina dan Nina, Setia pulang ke rumahnya. Saat tiba di rumah, kedua orangtua Setia menyambutnya dengan ramah dan kaget ketik melihat bajunya yang begitu penuh dengan kotoran.
“Lho…kenapa bajumu kotor dan bau amis?” Tanya ibunya
“Tidak ada apa-apa bu, tadi pulang sama Nina naik bis. Di jalan, Nina masuk angin dan muntah.” Menjawab dengan sopan dan halus
“Oooh…” jawab singkat dari ibunya
“Oh iya bu, besok saat pelantikan Setia ingin Nina datang biar bisa dampingi Setia! Boleh kan bu?” memasang wajah memelas
Beberapa menit…
“Iya…boleh sayaaaannngg…apapun boleh asal membuat kamu bahagia.” Tersenyum manis
“Terima kasih bu…ibu memang ibu yang paling baik dan paling cantik di dunia.”
Setia langsung memeluk ibunya dengan erat, tapi ibunya segera menjauh.
“Eitss…ganti baju dulu terus mandi terus makan baru boleh memeluk ibu! Hehe..”
“Oh iya lupa…”
Setelah melakukan semua hal yang di perintahkan ibunya, Setia tiba-tiba berkata…
“Bu Setia ingin mengukuhkan pacaran saya dengan sebuah pertunangan, Setia khawatir sama Nina.”
“Memangnya ada apa dengan Nina di Bandung, ya?”
“Seorang dokter spesialis mata berusaha mendekati Nina dan katanya mengajak Nina menikah.”
“Lalu…bagaimana tanggapan Nina dengan dokter itu?”
“Kalau Nina tidak merespon bu…tapi ibu dan ayahnya ingin Nina nikah dengan orang yang sudah siap segalanya, apalagi dia seorang dokter spesialis.”
“Memang kamu sudah siap kalau berumah tangga dalam usiamu yang masih muda?”
“Saya siap bu” dengan tegasnya Setia menjawab
“Iya…coba nanti ibu bicarakan dengan ayahmu.”
Setia bahagia mendapat restu orang tuanya dan siap meminang Nina.



Setelah Setia menyelesaikan pendidikan AKABRI-nya, Setia dan Nina melangsungkan pertunangan dan dilanjutkan pernikahan. Mereka berdua tampak berbahagia karena bersatunya cinta sejati mereka yang tidak terpisahkan oleh harta dan martabat


Tidak ada komentar:

Posting Komentar