Custom Search

Jumat, 06 Maret 2009

TEORI MENULIS CERPEN: Praktek Menulis Secara Intensif

Anda sudah menulis dan menulis, tapi nggak bisa-bisa. Cepek deh. Kirim ke media, ditolak mulu. Apes banget. Bagaimana caranya supaya jadi bisa? Satu kata jawabannya: intensifikasi! Waduh, binatang apa lagi itu? Marilah saya terangkan.

Untuk intensifikasi, pertama harus ada platfrom. Platform availability ini penting. Platform itu panggung kalau literal atau leterlek-nya. Supaya bisa melawak, kader-kader Srimulat memerlukan panggung. Boy band juga memerlukan panggung. Penyanyi dangdut keliling juga perlu panggung. Perenang juga perlu panggung (namely swimming pool atau kolam renang). Orang mau belajar renang, tapi yang tersedia cuma kolam sedengkul 2x2 meter, susah amat belajarnya? Pasti nggak bisa-bisa. Penulis juga perlu panggung.

Jaman sekarang, ini tidak sulit. Ada komputer, ada internet, ada blog. Jadikanlah blog anda platform untuk latihan secara intensif. Bisa saja. Atau blog teman anda. Atau ilmuiman.net, juga bisa jadi panggung. Tempat dimana orang yang masih belajar bisa diberi kesempatan, tampil bersama yang sudah bisa, dan sudah jago, wooo... itu platform yang baik. Manfaatkanlah.

Yang kedua, calon penulis itu perlu mentors. Ini persis saja seperti anak kecil belajar ngomong. Keliru-keliru, Ibunya atau baby sitternya mengoreksi, memberi tahu, memberi feedback, memberi senyuman geli, memberi kritik, memberi komplain, itulah mentor. Komunikasikanlah tulisan anda ke mentor ini. Yang mana mentor ini nggak usah harus jago nulis, bisa aja sesama pembelajar. Belajar bersama. Workshop penulis. Itu semuanya bisa jadi wahana untuk mentoring. Atau bisa juga, pembaca yang baik, menjadi mentor. Anda tentu pernah mendengar, bahwa pelatih sepak bola, belum tentulah dia jago bola. Demikian pula, pelatih tinju, belum tentu jago tinju, tapi dia bisa melatih.

Dan,... pada tahap ini anda juga bisa mulai membaca-baca buku atau mempelajari teori menulis. Jangan kecepetan. Kalau sudah suntuk nulis ditolakin terus oleh media, baca deh tuh teorinya. Anggap saja buku itu sebagai mentor pelengkap. Sekali lagi, buku itu adalah mentor pelengkap, dan bukannya satu-satunya.

Yang ketiganya, menulislah secara intensif dengan metoda... well, ini metoda primitif juga: drill. Drill-lah diri anda sendiri. Menulislah yang banyak. Banyak itu berapa? Seratus. Gampangnya segitu deh. Tulislah seratus cerpen. Bukan dalam seratus tahun, tapi dalam waktu yang tidak terlalu lama, katakanlah dalam beberapa bulan. Dan kalau anda lakukan itu dengan serius, pastilah banyak ketrampilan menulis yang terserap di pikiran bawah sadar anda. And now you're flying! Sekarang anda sudah bisa menulis. Anda akan merasakan progresnya.

Anda bisa rasakan sendiri. Dan bisa menilai sendiri. Tulisan anda yang pertama, dengan tulisan yang kedua puluh, well,... mungkin kualitasnya masih agak-agak mirip. Tapi tulisan anda yang pertama, dengan yang ke lima puluh, pasti kualitasnya sudah beda. Demikian pula, tulisan yang kelima puluh, dengan tulisan yang keseratus, pasti beda lagi.

Adalah tidak mustahil, sebelum tulisan yang keseratus, tulisan anda sudah tayang di suatu tempat. Let say, seperti di situs cerpen ilmuiman.net yang saya kelola. Atau sejenisnya. Atau di media cetak. Atau dimana. Dan itu artinya, anda sudah bisa menulis cerpen. Well, mungkin belum jago, tapi anda sudah bisa.

In other hand, bisa juga setelah bikin seratus biji. Ngirim seratus kali, anda belum juga sukses tembus nulis dimana pun. Sorry about that. Ini tentunya anda miss the point. Ada sesuatu yang belum anda pahami dalam percerpenan. Carilah mentor yang baik. Yang mana ini amat jarang. Karena, you know,... seratus cerpen is not a small deal. Itu adalah pengalaman batin yang luar biasa.

By the way, ini tidak mesti seratus ya. Tadi saya bilang banyak, dan banyak itu amatlah relatif. Anda bisa menilai sendiri. (YW)

sumber;http://ilmuiman.net/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar