Custom Search

Kamis, 05 Februari 2009

Kebersamaan di Mata Amar Oleh: Isnaeni

Terinspirasi : Sebuah iklan dari televisi swasta di Indonesia.

Desa, sebuah tempat yang orang anggap masyarakatnya masih kuno dan tak tahu akan dunia modern. Namun, dibalik desa itu, terselip sebuah kehidupan.

Di sebuah desa terpencil, terdapat sebuah keluarga. Keluarga tersebut sederhana, namun bahagia. Rumah kecil yang dtempati oleh seorang ibu beserta tiga orang anaknya itu hidup rukun walaupun ayah mereka telah meninggal dunia. Kini ibu menjadi tulang punggung keluarga. Ibu menjadi buruh cuci didesanya. Pekerjaannya tiap hari mencuci. Anak pertamanya Amar, sekolah dibangku kelas 6 SD. Setiap hari setelah pulang sekolah Amar membantu ibunya mengambil dan mengantarkan cucian kerumah-rumah warga, dia juga mengasuh kedua adiknya. Sementara Ira dan Ardi, adik Amar, bermain kerena mereka masih sangat kecil.

Walaupun mereka hidup dalam kesederhanaan, Amar tak ingin kemiskinan yang melanda membuatnya putus sekolah. Dia berjuang tiap hari membantu ibunya agar dia bisa tetap sekolah. Suatu hari ibunya jatuh sakit.

“Aduh, ibu sakarang sedang sakit, tapi aku harus tetap mencari uang untuk makan ibu dan adik.” Ujar Amar dalam hati.

“Ibu, kan sedang sakit, ibu istirahat saja. Jangan mencuci dulu! biar nanti Amar yang mencucinya.” Amar mencoba membujuk ibunya.

“Iya bu, nanti Ira dan Ardi bantu kakak, kita bisa kok.”

“Makasih ya anak-anak, tapi kalian kan lelah. Apa lagi kak amar pulang sekolah pasti lelah. Biar nanti ibu cuci sendiri saja.”

Amar menjawab lagi ”Ah ibu, sudahlah apa susahnya mencuci. Amar bisa kok, nanti adik-adik Amar suruh menemani ibu saja.”

“Ya sudah, tapi hati-hati ya.”

Amar pun berangkat mengambil cucian dan segera mencucinya. Beberapa jam kemudian, Amar selesai mencuci. Dia menghampiri ibunya untuk membantu ibunya yang sedang sakit.

Hujan, pagi ini hujan. Hujan mengawali hari Amar dan keluarganya. Namun hujan tak menghalangi niat amar untuk sekolah. Pagi-pagi sekolah dia berangkat mengenakan seragam putih merah, bersepatu, memakai tas gendong dan tak lupa topi dikepalanya, sangat rapi.

“Ibu, Amar berangkat dulu ya?”

“Iya nak, hati-hati dijalan ya?”

“Iya bu, Ira dan Ardi jagain ibu, dan jangan nakal!”

“Beres kak.”

Hujan yang kala itu mengguyur, membuat Amar berangkat sekolah sambil berlari-lari. Sesampainya di sekolah, Amar basah kuyup. Ketika bel masuk berbunyi, Pak Komar masuk.

“Selamat pagi anak-anak. Lho Amar, kenapa kau basah kuyup begitu?”

“Kecebur di sawah barangkali pak,” Celetuk salah satu anak. Anak-anak lain pun tertawa. Namun amar hanya diam.

“Tenang anak! Dino, kamu jangan begitu. Tidak baik meledek teman yang sedang kesulitan!”

“Amar kamu kehujanan? Kenapa tidak bawa payung?”

Amar pun menjawab ”Iya pak tadi saya kehujanan, saya tidak punya payung pak. Daripada telat jadi saya hujan-hujanan saja.”

Pak Komar tidak tega melihat Amar yang basah kuyup. Pak Komar mengajak Amar ke UKS dan menyuruh Amar ganti baju yang kering.

Begitulah Amar, dia anak yang rajin. Terlalu rajinnya Amar, membuat dia tidak bisa menyia-nyiakan waktu walaupun hanya sedetik. Hari-harinya tak pernah lewat tanpa belajar. Baginya belajar sudah menjadi hobi sehari-hari. Tak heran kalau dia selalu menjadi bintang kelas. Maka dari itu ia rela membantu pekerjaan ibunya tiap hari, agar dia bisa membayar uang sekolahnya.

Hari-hari pun berlalu. Sakit yang diderita ibu Amar telah sembuh. Ibu Amar sudah bisa mencuci lagi dan masih dibantu Amar. Tak lama lagi ujian Nasional akan tiba. Amar yang menduduki kelas 6, sibuk mempersiapkan diri. Amar ingin lulus dengan nilai baik, apalagi di sekolahnya ada beasiswa. Beasiswa tersebut ditujukan begi anak yang lulus dengan nilai paling tinggi, hal itu membuat Amar semakin rajin. Ibunya pun mengerti. Selama Amar menghadapi ujian, ibunya menyuruh Amar untuk giat belajar.

Hari dimana Amar menghadapi ujian pun tiba. Ujian berlangsung selama empat hari. Empat hari itu, Amar pergunakan dengan sebaik-baiknya. Setiap soal yang ada dikerjakan dengan teliti dan sungguh-sungguh.

Hari terakhir ujian, Amar sedikit cemas. Namun dia berusaha tenang. Walaupun ujian ini hanya ujian SD, bagi Amar ini menentukan masa depannya.

“Alhamdulillah selesai juga. Semoga soal-soal yang empat hari ini aku kerjakan bisa membuat aku mendapatkan beasiswa itu.” Kata Amar dalam hati.

Ujian telah selesai, Amar menunggu keputusan dengan harap-harap cemas. Hari ini, pengumuman ujian diumumkan. Amar didampingi ibu beserta kedua adiknya hadir di sekolah Amar.

“Ibu, Amar takut kalau Amar gagal.” Ujar Amar gugup.

Ibu pun menenangkan Amar “Amar, dengar ibu, Amar harus yakin. Amar sudah berjuang dan berdoa, jadi Amar harus yakin kalau hasilnya pasti baik.”

“Iya kak, kak Amar kan pintar, pasti bisa dapat nilai yang baik, tapi kalau kakak dapat nilai yang baik. Ira dan Ardi ditraktir makan bakso ya?”

Amar hanya tersenyum mendengar celotehan adiknya.

Saat-saat penantian pun tiba. Wali kelas Amar masuk ke ruangan. Beliau mangumumkan peringkat kelas dari urutan paling bawah sampai urutan teratas. Ternyata apa yang diharap-harapkan Amar terwujud. Amar mendapat peringkat pertama. Dia pun mendapat beasiswa yang dia idam-idamkan itu.

“Alhamdulillah ya ALLAH, aku bisa peringkat pertama. Aku juga bisa masuk ke SMP tanpa harus membebani ibu dan adik-adik.” Ucap syukur keluar dari hati Amar.

“Selamat ya nak, kamu berhasil, apa ibu bilang. Kalau kamu yakin, pasti kamu bisa berhasil. Ibu bangga sekali sama kamu.”

“Aku dan Ira juga bangga. Terus jangan lupa baksonya. Ha…ha…ha…” Ujar adik-adik Amar.

“Iya adik-adikku. Makasih ya bu, dik. Udah dukung aku selama ini. Tapi, walaupun aku sudah dapat beasiswa, Amar akan tetap membantu ibu mencuci kok.”

Itulah, akhir cerita Amar. Walaupun hidup dalam kesederhanaan, namun kebahagiaan tak pernah lepas dari kehidupan mereka. Suka dan duka yang ada berakhir bahagia. Memang tidak selamanya, kehidupan yang mewah itu membawa kebahagiaan itu. Justru keluarga yang sederhana bisa terus bahagia karena kebersamaan yang ada.





Terinspirasi : Sebuah iklan dari televisi swasta di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar