Custom Search

Rabu, 04 Februari 2009

SKENARIO Oleh : Eliza X-2

Terinspirasi dari cerpen di majalah "OLGA"

Fareedya, gadis manis yang biasa di panggil Ree, berjalan dengan langkah cepat. Mukanya cemberut, bibirnya manyun. Kelihatan sekali kalau dia lagi kesal berat. Dia menendang kaki mejanya, baru kemudian duduk menopang dagu.

Fani menghampirinya.

“Tu bibir manyun kenapa?” tanya Fani.

“Kejedot pintu!” jawab Ree asal.

“Lah kenapa pintu pakai dicium-cium segala?”

Ree jadi tambah sebal.

“Lo tuh o’onnya kelewat akut ya?” Gue lagi kesel tauuuuuuuuu!”

Fani gemas, dan mencubit lengan sahabatnya itu.

“Aww!!” jerit Ree. “Apaan sih? Genit lo! Nggak usah bikin gue tambah kesel, deh!”

“Abisnya lo kenapa sih? Datang-datang mukanya ditekuk gitu?”

“Itu si Galih! Nggak bosen-bosennya dia bikin gue malu! Sebel!!”

“Gue heran, dia kok kayaknya benci banget sama lo?”

“Ih ... tanya gue, tanya tuh sama dia neng! Orang gue aja nggak ngerti kenapa tuh orang benci sama gue.”

“Trus lo mau gimana sekarang?”

“Tau deh! Gue buntu!” Ree mencoret-coret bukunya dalam diam. Berpikir.

“AHA!! Kayaknya gue bisa ngebales dia!” Tiba-tiba dia menepuk punggung Fani. Temannya yang lagi minum itu, jelas kesal karena minuman yang dia teguk jadi nyemprot keluar, dan bikin basah bajunya.

“Lo tuh ya...” Fani menarik nafas dalam-dalam..”SIALAAAN!!” Dia menyemprotkan sisa minuman di botol ke arah Ree yang dengan cepat menghindar.

“Eh, udah-udah, ntar gue beliin lagi deh minum lo yang tumpah. Nggak usah sewot gitu lah.”

“Yang jadi masalah bukan minumannya! Tapi baju gue nih. Jadi kayak abis keujanan, padahal mendung aja nggak.” Fani ngomel-ngomel tidak terima.

“Jadi masih mau dengerin ide gue nggak?”

“Nggak!!” jawab Fani kesal.

“Ya udah...” Ree dengan santai melenggang pergi.

“Ree!!!! Dasar lo usil, jahil, nggak peka, ngeselin!!!” teriak Fani pada Ree yang keburu kabur sambil menjulurkan lidahnya, wekkkk!


***


“Galih, tunggu!” Ree berlari-lari kecil menyusul Galih yang baru keluar dari perpustakaan. Galih langsung pasang muka angkuh. Matanya menatap curiga demi melihat Ree yang senyum ramah kepadanya.

“Ngapain lo senyum-senyum? Kecakepan banget?” Galih mulai dengan kata-kata sinisnya.

“Ng... gimana ya Lih, gue bingung ngomongnya gimana...” jawab Ree dengan gaya malu-malu kucing. Galih menatapnya dengan ekspresi jijik.

“Lo kesambet ya? Nggak usah sok malu-malu gitu, deh. Enek gue liatnya. Kalau mau ngomong cepetan, gue nggak punya waktu ngurusin cewek centil model lo!” bentak Galih sambil berkacak pinggang.

Ree asli kesal berat. Gondok., “Ree Ini orang dibaik-baikin kok tetep aja judes? Nyebelin banget! Pengen banget gue tamper mukanya. Tapi demi kemenangan, gue mesti sabar... sabar...”, kata Ree dalam hati. Ree menarik nafas dalam-dalam, mengelus dadanya sambil komat-kamit mengucap sabar 50 kali.

“Ngapain lo komat-kamit? Mau ngedukunin gue?”

“Eh, nggak kok, nggak... gue cuma mau ngomong sama lo.. ” kata Ree cepat, takut mangsanya pergi.

“Iya cepet!”

“Ok! Ok! Tapi jangan disini. Suasananya nggak pas.” Ree menarik lengan baju Galih ke bawah pohon beringin besar yang sepi orang.

“Lepas!” Galih menepis tangan Ree.

“Kenapa sih Lih, lo nggak suka ama gue?” tanya Ree dengan muka dibuat semerana mungkin.

“Karena gue benci sama lo! Puas? Udah, lo cuma ngebuang waktu gue!” Galih beranjak pergi. Tapi Ree menahannya.

“Tapi, Lih...” Ree terdiam sebentar, “Gue... cinta sama lo...” katanya lirih.

Galih mendelik kaget. Mereka berdua saling menatap, tapi sungguh tidak ada romantis-romantisnya, Ree menatap mesra cenderung memelas, Galih melotot shock campur bingung.

“Kayaknya lo mulai gila!” Galih bergegas pergi.

“Galih....!” Ree pura-pura sedih, kepalanya tertunduk. Tapi setelah punggung Galih nggak kelihatan lagi, tawanya meledak. “Hua-ha-ha-ha... kena lo! Tunggu aja lanjutan ceritanya Galih. Skenario keren dari calon sutradara pemenang citra, ha-ha-ha!” Ree terus ketawa ngakak. Seorang ibu-ibu muda yang kebetulan lewat geleng-geleng kepala. “Kasihan, padahal masih muda, tapi sudah stres...” gumam ibu-ibu itu lirih.


***


Fani terbengong-bengong seperti sapi ompong mendengar cerita dari Ree.

“Lo nggak apa-apa kan Ree?” Fani mencoba memastikan. Dia tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Ree nembak Galih, musuh bebuyutannya?

“Fan... Fan... Gue jadi kasihan sama lo, udah pernah ke dokter belum? Periksain lemot lo itu?”

“Maksud lo???”

“Ya nggak mungkinlah gue naksir sama kakek sihir itu. Nggak mungkin! Ini semua cuma skenario! S-K-E-N-A-R-I-O...”

“Skenario apaan?”

“Yah... gue bakal bikin dia jatuh cinta ama gue, terus kalau dia udah masuk perangkap gue dan cinta mati ama gue, gue depak dia... yang jauuuuuh!”

“Gue rasa lo keterlaluan Ree.” Fani ragu dengan rencana Ree.

“Gue rasa nggak, siapa coba yang mulai duluan? Siapa yang bikin gue jadi kesel? Dia yang mulai, jadi dia mesti terima balesannya!” tekad Ree.

***

Mulailah Ree menjalankan misi. Dari memberi Galih kado, ngikutin Galih kemana-mana, semua dilakuin Ree biar bisa dekat sama Galih. Tapi tetap saja lelaki jangkung itu tidak peduli. Malah kalau benar-benar sebal dia memarahi Ree tidak peduli di situ banyak orang.

Tapi muka nggak bersalah yang dipasang Ree bikin Galih jadi salah tingkah sendiri. Mau marah tidak enak, apa kata dunia kalau dia marah-marahin Ree tanpa alasan? Balas menggoda? Tidak mempan! Ree memang sudah tidak mempan diledekin macam gimana juga. Cengar-cengir terus. Tidak ada yang bisa dilakuin selain membiarkan Ree mengikutinya di belakang.


***


“Hai, Galih!” sapa Ree riang. Galih membeku di tempat demi melihat Ree yang duduk manis di teras rumahnya ditemani sang ibu.

“Bu, Galih pulang...” ucap Galih memberi tau kedatangannya.

“Loh kok lama nak latihannya? Kasihan Ree sudah menunggu dari tadi.”

“Iya bu, soalnya mau ada pertandingan.” Galih mendelik sekilas sama Ree.

“Ya sudah, ibu masuk dulu. Kalian ngobrol saja.”

Begitu ibunya masuk ke dalam, Galih langsung ngejudesin Ree. “Ngapain lo ke sini?”

“Galih... gue kan kangen sama lo. Lih, pergi yuk, jalan ke mana gitu?”

“Lo ngelindur ya? Ogah!”

“Mau pergi sama gue nggak? Kalau nggak...” Ree tersenyum licik.

“Apa kalau nggak?” firasat Galih nggak enak.
“Kalau nggak gue sebarin ke temen-temen kalau lo sampai SMP masih bobok sama bantal bayi lo!”

Akhirnya dengan ancaman di tangan, Ree berhasil menyeret Galih pergi. Ree tenyata mengajaknya ke pantai. Melihat pantai yang nyaman, ombaknya yang berlarian, anginnya yang sejuk, dan Ree yang dengan ringan melepas sepatu dan nyebur ke air. Kebencian Galih sore itu seakan lenyap. Malah dia heran, sempat-sempatnya dia membelikan gula kapas buat Ree dan mengantar Ree si cewek resek itu pulang?

“Lo kapan tandingnya?” tanya Ree waktu mereka di angkutan umum perjalanan pulang.

“Besok jam tiga sore.”

“Haaah?? Kenapa besok sore? Aduh Galih, besok sore kan ada pameran kartun di gedung budaya. Gue udah beli tiket nih...”

“Siapa yang nyuruh lo dateng ke pertandingan gue? Nggak usah dateng! Awas lo kalau dateng!” Galih jutek. Tiba-tiba dia jadi kesal lagi.


***


Riuh penonton yang memadati lapangan olahraga sore itu terbagi menjadi dua kubu. Masing-masing membawa spanduk dan ber-yel-yel ria dengan hebohnya. Sesaat sebelum wasit meniup peluit dimulainya pertandingan, Galih menelusuri suporter sekolahnya. Priiiiit!! Dan dia kembali konsentrasi ke pertandingan.

Dengan susah payah tim Galih akhirnya bisa menang tipis 2-1. Dino si kapten tim yang kaya langsung sesumbar mentraktir anak buahnya.

“Lih, tempat biasa ya!” ucap Dino.

“Oke, gue nyusul ntar, gue ganti dulu, gerah.” Jawab Galih.

“Yoi, kita tunggu di sana” Galih ditinggal sendiri di ruang ganti.

Dia melepas baju basketnya dan hampir saja melepas celananya, tiba-tiba pintu ruang ganti terbuka dan kepala Ree nongol dari luar.

“Waaaa... ngapain lo ke sini? Tutup, tutup!”

“Waaa!!!” Ree ikutan menjerit dan buru-buru menarik kepalanya.

“Udah, Lih?” tanya Ree beberapa menit kemudian. Karena takut, Ree masuk ke ruang ganti sambil menutupi mukanya dengan kedua telapak tangannya.

“Sori... Nggak tau...”

“Lagian lo, ngerti kan kalau ini ruang ganti? Nggak ketuk pintu dulu!” Galih marah, mukanya merah seperti kepiting rebus.

“Gue cuma mau kasih ucapan selamat kok... lo mainnya bagus, deh.”

“Bagus? Emang kapan lo liat gue main? Palingan lo liat spongebob!”

“Gue liat kok...!”

“Bohong! Gue nggak liat lo sama sekali di antara anak-anak!”

“Lo nyariin gue Lih?” Ree berbinar-binar.

Galih gelagapan. “Nggak, siapa yang nyariin?! Jangan ngalihin topik, lo nggak liat kan?”

“Gue liat, Lih! Bener! Cuma gue telat, salah duduk pula di tempat suporter lawan. Pantes nggak ada yang kenal gue, tapi gue bener dateng kok...”

Galih diam, marahnya hilang, dia percaya sama Ree. Malah sekarang dia ingin ketawa.

“Galih lo marah..?”

Galih tetap diam.

“Galih.... I Love You...” Ree memegang ujung kaos Galih, tertunduk..

Galih mengelus poninya, Ree kaget.

“I Love You Too...” bisik Galih sambil tersenyum.


***


“Lo berhasil jadian sama Galih? Gila lo!” tanya Fani besoknya. Ree mengangguk senang. “Lo tau nggak Fan, ternyata dia tuh temen kecil gue. Dan lo tau kenapa dia benci sama gue? Dulu... dia suka ama gue. Ih, gue emang dari kecil idola yah? He-he...”

Fani langsung menjitak kepala sahabatnya. “Trus?”

“Trus waktu itu dia nulis surat ke gue, eh suratnya gue bikin kapal-kapalan dan nyemplung ke got. Parahnya lagi, untuk kedua kalinya dia mau bilang suka ke gue di ultahnya, gue malah ngejatuhin kue ultahnya dan pulang tanpa rasa bersalah...he-he-he... Abis itu dia nggak pernah ngomong ama gue sampai gue pindah.”

“Lo dari kecil ngeselin ya?!” sahut Fani. “Jadi lo berhasil dong? Kapan lo mau putusin dia?”

“Eh? Ngapain? Susah-susah dapetnya kok dibuang?”

“Nah lo... skenario lo gimana?”

“Ng... iya sih.... tapi setelah gue deket sama dia, gue kok jatuh cinta beneran ya? Karma kali! Ah, bodo amat! Bye-bye deh skenario sutradara pemenang citra...” Ree melambai dan tersenyum manis pada Galih yang juga melambaikan tangannya dari tengah lapangan.


Cinta memang aneh...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar