Custom Search

Kamis, 05 Februari 2009

Rumah Ujung Jalan oleh Purwoko X2

“Tomy, apa yang sedang kamu lakukan?”
“Tidak ada,” jawab Tomy ketika Ibunya bertanya.
“Lalu, suara apa itu?”
“Entahlah, mungkin saja tikus,” kata Tomy yang sedang duduk sembari membaca novel kesayangannya di sebuah sofa panjang yang terlihat sangat nyaman.
Itulah hobby Tomy dan hari ini merupakan hari libur semester yang pertama, dan masih tersisa dua minggu lagi hingga libur usai.
Tomy merupakan seorang anak yang cerdas dan sangat pemberani, dia suka sekali terhadap hal-hal yang berbau mistis. Dia anak yang tidak terlalu tinggi untuk anak-anak seumurannya, rambutnya berwarna hitam legam dengan model acak-acakan. Di sekolah, dia tergolong anak yang mudah bergaul dengan orang lain, sehingga dia mempunyai banyak teman akrab.
“Tut-tut-tut,” terdengar nada telepon genggam miliknya berbunyi, dan di layar terlihat sebuah nama yang tak asing bagi Tomy, memanggil.
“Halo Dan? Ada apa?” tanya Tomy ketika dia menerima panggilan dari Dani, sahabat baiknya.
“Halo Tom, apakah kamu punya waktu malam ini?” tanya Dani dari telepon yang suaranya terdengar samar-samar.
“Ya, memangnya ada apa?” balas Tomy.
“Aku, Roni serta Sisy berencana untuk berburu foto-foto hantu yang bergentayangan di malam hari. Apakah kamu berniat untuk ikut dengan kami?” tawar Dani.
“Pasti,” jawab Tomy singkat.
Malam telah tiba, jam tangan Tomy telah memperlihatkan bahwa saat ini sudah jam 20:15. Setelah Tomy menyantap makan malamnya dengan lahap, dia langsung menuju kamarnya yang terletak di lantai dua. Dia membawa sebuah kamera tua yang terlihat masih bagus beserta dua roll film yang masih kosong. Semuanya itu ia masukkan ke dalam sebuah tas kecil.
Setelah ia berpamitan kepada kedua orang tuanya, ia bergegas menuju keluar. Di seberang jalan tampak ketiga temannya sudah menunggunya, dan Tomy langsung menghampiri ketiga temannya itu.
“Maaf, aku sedikit terlambat,” kata Tomy kepada mereka.
“Tak masalah,” jawab Roni kepada Tomy. “Sisy juga baru datang,” tambahnya. Roni merupakan sahabat Tomy sejak masih di TK. Dia dan Tomy sudah mendapat banyak pengalaman terhadap hal-hal mistis. Roni tampak lebih tinggi empat centimeter daripada Tomy, rambutnya yang lurus dan berwarna cokelat kemerahan itu merupakan ciri khas keluarganya.
“Hey! Kau yang bilang sendiri bahwa kita akan berkumpul tepat pada jam 20:30 kan?” bantah Sisy. Sisy merupakan satu-satunya anggota perempuan di sini. Rambutnya yang panjang sebahu dan berwarna hitam kecokelatan itu membuatnya tampak cantik, ditambah lagi dengan kulitnya yang berwarna putih kekuning-kuningan. Namun sifatnya yang pemberani itu seringkali membuat teman-temannya lupa bahwa dia perempuan.
“Sudahlah! Kalau kita terus saja berdebat di sini, kita tidak akan berangkat!” bentak Dani kepada mereka. Dani yang terlihat paling tinggi di antara mereka semua itu mempunyai rambut ikal yang berwarna hitam legam.
“Baiklah, akan ke manakah kita sekarang?” tanya Tomy yang sejak tadi hanya memandang mereka berdebat seru.
“Aku dengar di ujung jalan ini ada rumah yang penghuninya dibantai karena sang pembunuhnya berusaha mengambil harta yang tersimpan. Kurasa akan ada roh penasaran yang menempati rumah itu,” jawab Sisy ketika mendengar pertanyaan Tomy tadi.
“Ayo, kita segera menuju ke sana,” tambah Tomy kemudian.
Mereka berempat berjalan menelusuri jalan raya yang mulai sepi. Hanya ada sekitar empat sampai lima kendaraan yang berlalu-lalang setiap lima menit sekali. Ketika sudah berjarak kurang lebih tigabelas meter dari tempat tujuan, tiba-tiba Dani terhenti mendadak.
“Ada apa Dan?” tanya Sisy yang berada tepat di belakang Dani.
“Tidakkah kalian mendengar sesuatu?” tanya Dani dengan ekspresi wajah bingung. “Suara itu? Teriakkan permintaan tolong yang kemarin aku dengar, suara yang sama persis.”
“Suara apa?” tanya Sisy yang hampir sama bingung dengan Dani, hanya saja sedikit bercampur dengan rasa takut.
“Oh, sudahlah. Mungkin hanya perasaanku saja,” kata Dani mencoba membuat keadaan agar tetap tenang.
Mereka semua kemudian melanjutkan perjalanan yang hanya tinggal beberapa langkah saja. Sesampainya di depan pintu gerbang rumah itu, mereka berhenti dan memandang ke dalam rumah yang sudah ditinggal penghuninya sejak lama.
Desis angin malam yang lembut ditambah dengan keadaan sunyi tempat itu membuat bulu kuduk mereka berdiri. Waktupun telah menunjukkan pukul 21:39.
“Kalian yakin kita akan masuk ke dalam rumah ini?” tanya Roni dengan mulut sedikit bergetar, namun tidak ada yang menyadarinya.
“Aku sangat yakin,” kata Tomy mantap dengan mata tertuju pada pintu rumah yang berlumur darah, dengan ukiran gambar naga yang dikelilingi bola api berjumlah tigabelas buah.
“Lalu, bagaimana cara kita masuk ke sana?” tanya Sisy sembari memandang tiga patung Gargoyle yang terletak di taman sebelah rumah tanpa penghuni itu, yang seakan-akan patung itu benar-benar hidup.
“Mudah saja,” kata Roni yang tersenyum kepada mereka dengan tangan telah membuka gerbang. “Karena gerbang ini tidak dikunci.”
“Plihan jenius,” kata Tomy yang sekarang tertuju pada Roni.
Mereka semua lalu masuk ke dalam halaman rumah yang kosong itu dengan Tomy di baris terdepan. Kamera Tomy sekarang telah berada dalam genggaman tangannya yang bersiap jika tiba-tiba muncul hal aneh di depan mereka.
Mereka semua memandang rumah yang luasnya hampir dua kali lipat rumah Roni dengan pilar-pilar yang terbuat dari pualam. Jendela-jendela rumah itu tampak terbuka lebar, hingga cahaya bulan dapat masuk melewati jendela itu.
“Haruskah kita masuk ke dalamnya?” tanya Dani dengan nada ragu-ragu.
“Harus,” kata Tomy lagi-lagi dengan nada yang sangat meyakinkan.
Sesaat kemudian mereka telah berada di dalam ruang tamu rumah itu dengan masuk lewat jendela yang terbuka. Ruangan itu sangat gelap, hanya diterangi oleh cahaya bulan yang masuk dari setiap jendela rumah itu.
Dengan cepat, Tomy mengangkat kamera ke depan wajahnya dan mulai mengambil foto dengan gila-gilaan. Terlihat cahaya blitz dari kamera Tomy menyambar ke setiap sudut ruangan, memberikan kesan seram pada ruangan yang sangat luas itu.
Ketiga temannya terlihat cemas di belakang Tomy. Mereka takut jika penghuni rumah itu marah.
Dani yang tidak ingin kalah dengan Tomy berusaha melakukan hal yang sama namun pada ruangan yang berbeda. Ia berjalan sendiri ke ruangan yang sepertinya ruangan untuk bersantai, karena terdapat televisi dengan ukuran 29 inch berdiri tegap di dinding ruangan itu. Sofa-sofa yang berdebu tebal dengan hiasan darah merah yang mengumpul di satu titik. Mungkin saja dahulu ada yang terbunuh di atas sofa itu.
Ketika Dani hendak mengangkat kameranya, ia mendengar suara teriakkan yang bergema di lantai dua rumah itu. Teriakkan yang lagi-lagi sama persis seperti yang baru didengarnya tadi. Hanya saja kali ini teriakkanya terdengar lebih keras di telinga Dani. Teriakkan perempuan yang sepertinya meminta belas kasihan, teriakkan yang sangat tersiksa, teriakkan yang pasti akan membuat siapapun yang mendengarnya akan merasa takut.
Dani memandang ke atas lantai dua rumah itu, tetapi yang dilihatnya hanyalah kegelapan tanpa cahaya yang menyelimuti sisi dalam rumah itu. Ketika dia memandang ke sebelah kanan dinding yang diterangi tepat oleh cahaya bulan, dia menemukan sebuah lukisan yang tergantung padanya penuh dengan noda kematian. Di dalam lukisan itu terlihat jelas seorang wanita muda yang sangat cantik, rambutnya yang sedikit ikal dan berwarna perak terurai begitu saja di bahu wanita itu.
Sesaat yang lalu Dani mengira bahwa dia mengenal wanita dalam lukisan itu. Dengan langkah hati-hati, Dani mendekati lukisan itu dan sekarang hanya berjarak setengah meter dari lukisan. Dia kemudian memandang gambar lukisan itu dengan lebih teliti lagi, dan dia menemukan sesuatu yang membuat matanya terpaku. Sebuah kalung emas yang menghiasi leher wanita dalam lukisan, kalung yang sudah pasti dia kenal dengan jelas, kalung yang sama persis dengan yang dia temukan di jalan saat dia pulang sekolah.
Dengan cepat, dia mengeluarkan kalung yang dia yakin berada dalam lukisan dari dalam ranselnya. Dia lalu menengadahkan kalung itu ke samping lukisan dan betapa terkejutnya dia bahwa ternyata kalung itu benar-benat sama.
Tiba-tiba perasaan yang tidak enak menyelimuti tubuh Dani, rasa dingin dengan hawa kematian bercampur rasa dendam yang sangat mendalam. Dan beberapa saat kemudian Dani merasa bahwa ruangan itu semakin gelap dan akhirnya, lenyap.
Roni yang sejak tadi hanya memandang Tomy mengambil gambar, tiba-tiba merasa cemas karena Dani belum muncul juga di hadapan mereka. Karena saat ini waktu telah menunjukkan pukul 23:13.
“Kira-kira, apa yang sedang dilakukan Dani di ruangan sebelah ya?” tanya Roni berusaha mengingatkan kedua temannya itu bahwa Dani belum kembali sejak tadi.
“Ayo kita lihat,” jawab Tomy yang sekarang sudah berhenti beraksi dengan kameranya.
Mereka bertiga kemudian berjalan ke ruangan sebelah di mana Dani menginjakkan kakinya sesaat yang lalu. Sisy yang sejak tadi tidak memegang apa-apa akhirnya mengambil sebuah lampu senter kecil dari dalam tasnya dan menyalakannya.
“Aku saja yang membawa lampu senter itu,” kata Tomy yang posisinya berada paling depan.
“Baiklah,” kata Sisy dengan nada enggan.
Tomy mengarahkan cahaya kuning ke seluruh ruangan itu, tetapi tidak ada tanda-tanda Dani di ruangan itu. Ketika Tomy menghadapkan wajahnya ke dinding di samping televisi, dia melihat lukisan wanita cantik yang terpaku indah di dinding ruangan itu. Tiba-tiba Tomy merasa ada yang aneh dengan lukisan itu, tetapi dia mengabaikannya.
“Ke mana Dani pergi ya?” tanya Sisy secara tiba-tiba sehingga membuat kedua temannya terkejut mendengarnya.
“Kurasa dia ke lantai dua,” jawab Tomy tanpa berpikir panjang.
Mereka semua berjalan mengikuti Tomy ke arah tangga dari batu marmer putih yang memancarkan cahaya terang saat cahaya dari lampu senter Tomy menimpanya, menimbulkan efek samar-samar pada dinding-dinding rumah yang maha luas itu.
Dengan langkah kaki sangat pelan, akhirnya mereka sampai di lantai dua rumah itu. Di atas tampak lebih gelap dari pada di bawah tadi. Tomy mengarahkan cahaya lampu senter ke setiap sudut ruangan itu sampai akhirnya sesuatu yang tampaknya sangat menarik dapat memusatkan penglihatannya.
“Lihat,” katanya dalam desis pelan sehingga hanya mereka bertiga saja yang dapat mendengarnya.
Roni dan Sisy serentak memusatkan perhatiannya kepada sesuatu yang dimaksud oleh Tomy. Yang ternyata sebuah pintu seluas dua kali tiga setengah meter yang terbuat dari kayu oak dengan gambar dua burung phoenix berhadap-hadapan yang terukir indah padanya.
Pintu yang dengan kokoh berdiri di sudut ruangan itu mempunyai sesuatu yang aneh, terdapat enam kotak kecil di bawah gambar kaki burung phoenix dengan huruf-huruf acak.
Mereka bertiga berjalan mendekati pintu itu dengan rasa kagum untuk melihat lebih teliti lagi. Tomy dan Roni berusaha mendorong pintu dengan sekuat tenaga, namun pintu itu tidak bergeming sedikitpun.
“Hey! Pintu ini juga tidak mempunyai lubang kunci. Bagaimana mereka dapat membukanya dahulu?” sentak Roni kepada kedua temannya itu.
“Kurasa kita harus mengganti huruf yang tertera dengan kata sandi,” kata Sisy yang ternyata telah menemukan cara untuk menggeser huruf yang tertera pada pintu. “Lihat, di kotak pertama hanya berisi huruf m, t, h, dan k,” tambahnya lagi.
“Dan di kotak kedua berisi huruf s, i, y, dan r,” kata Tomy yang ternyata juga berusaha melakukan hal yang sama. “Coba kita lihat pada kotak yang lain,” kata Tomy bersemangat. “Dan kamu, Roni, coba kamu catat daftar huruf-huruf pada setiap kotak,” perintahnya.
Mereka bertiga bekerja sama untuk membongkar misteri huruf-huruf yang terdapat pada pintu itu. Setelah beberapa menit berlalu, usai sudah tujuan mereka yang pertama.
Di catatan yang Roni buat, tertulis pada kotak ketiga terdapat huruf e, o, w, dan l. Di kotak keempat tertulis huruf z, n, i, dan v. Pada kotak kelima huruf g, z, j, dan u. Lalu di kotak terakhir terdapat huruf e, p, s, dan t.
“Kira-kira, kata apa yang tersusun pada kotak ini ya?” tanya Sisy setelah membaca hasil catatan tadi.
“Bagaimana jika kita coba satu per satu huruf-huruf itu?” tanya Roni dengan nada bodoh. Akan tetapi tidak satupun dari mereka yang menanggapinya. “Ayolah Tom, bukankah kamu yang paling jenius di kelas?” ledek Roni yang langsung berhenti berkata ketika Sisy menatapnya tajam.
Tomy terlihat sedang berpikir keras karena dia tidak menanggapi perkataan Roni dengan serius. Dia berusaha menyusun huruf-huruf itu ke berbagai bahasa yang dia mengerti. Tetapi pikirannya kacau, terlalu khawatir akan apa yang sedang terjadi pada Dani, karena sejak tadi dia belum juga melihat tanda-tanda keberadaan dari Dani.
Tiba-tiba terdengar suara aneh di belakang mereka, suara ketukan pintu yang sangat keras, berasal dari pintu kayu yang berada di sebelah kiri tangga. Mereka sangat terkejut mendengar suara itu. Kemudian Tomy mendekati pintu itu dan membukanya. Betapa terkejutnya mereka ketika pintu itu terbuka, seseorang yang sudah pasti mereka kenal, seseorang yang sejak tadi mereka cari, Dani.
“Dan-Dani, apa yang kamu lakukan di dalam ruangan itu?” tanya Tomy dengan heran bagaimana Dani dapat masuk ke sana.
“Entahlah, tadi aku merasa berada dalam ruangan sangat gelap. Kemudian aku bertemu dengan wanita yang berada dalam lukisan di bawah tadi. Dia menceritakan semuanya padaku,” kata-katanya terputus karena dia terlihat sangat berkeringat dan terengah-engah. “Dia-dia-Treize, itu namanya. Perempuan itu bernama Treize. Dia adalah pemilik sah rumah ini, namun dia dibunuh oleh kakak tirinya sendiri karena dia diduga menyembunyikan harta keluarganya di suatu ruangan di rumah ini, tetapi kakak tirinya belum juga menemukan di mana harta itu disimpan,” terus Dani yang kali ini terlihat sedikit tegang.
“Mungkinkah ruangan dengan kode pada pintu tadi?” tanya Sisy dalam desis pelan.
“Dan dia-dia-dia memintaku untuk memindahkan jenazah beserta hartanya ke kuburan khusus untuk keluarganya,” tambahnya.
Tomy berpikir sebentar untuk mempercayai apa yang baru dikatakan Dani. Namun itu sangat sulit untuk diterima. Bagaimana bisa Dani yang tadi hilang tiba-tiba muncul dari dalam ruangan gelap dan berkata telah bertemu dengan roh wanita dalam lukisan, tentang harta yang tersembunyi dalam rumah ini.
“Dan katanya lagi, namanya adalah sandi untuk membuka ruangan rahasia di rumah ini,” tambah dani menyelesaikan ceritanya kemudian.
“Itu dia! Kamu benar, ayo kita coba buka pintunya,” kata Tomy tiba-tiba sehingga membuat Dani terkejut.
Mereka berlari menuju pintu besar yang tadi dan tomy berusaha menyusun huruf-hurufnya. Membentuk kata treize. Dan akhirnya, benar, pintu itu tiba-tiba terbuka sedikit demi sedikit, menampakkan ruangan yang sangat luas, dingin dan gelap di dalamnya.
Mereka semua masuk dengan hati-hati ke dalam ruangan itu. Terdapat obor-obor kecil tertata rapi di dinding dalam ruangan itu. Kemudian Tomy mengambil sebuah korek api dan menyalakan satu persatu obor itu. Dan kali ini terlihat jelas isi ruangan itu. Ada sekitar tigabelas obor dengan formasi enam obor di dinding kanan, enam obor di dinding kiri dan satu obor di tengah dinding yang di bawahnya terdapat lukisan wanita itu lagi. Di bawah lukisan terdapat sebuah meja dengan kotak kecil di atasnya.
“Kurasa hartanya ada di dalam kotak itu,” kata Sisy bersemangat.
Mereka berempat mendekati kotak kecil yang sepertinya terbuat dari emas yang berkilau dengan hiasan tigabelas ukiran gambar burung phoenix mengelilingi kotak itu. Tomy mengambil kotak itu dan mengangkatnya lebih tinggi agar dia dapat melihatnya lebih jelas lagi.
“Hey, terdapat kode lagi di kotak ini,” kata Tomy lelah. “Hanya saja kali ini menggunakan dua digit angka,” tambahnya.
“Mungkin angka tigabelas,” kata Roni dengan sedikit bersemangat. “Maksudku, tidakkah kalian menyadari bahwa sejak tadi selalu terlihat jumlah tiga belas di mana-mana.”
Tanpa berpikir lagi, Tomy mengganti angka nol-satu pada kotak itu dengan angka satu-tiga. Dan ternyata benar lagi, tutup koyak itu terbuka begitu saja. Mereka semua tersentak kaget.
Tomy melihat ke dalam kotak itu dan dia sangat heran karena dalam kotak itu hanya terdapat secarik kertas yang sepertinya sudah sangat usang. Lalu Tomy mengambilnya dan melihat isi kertas itu. Tertulis kalimat yang ditulis sangat indah dan rapi pada kertas itu dengan bahasa Perancis yang langsung di terjemahkannya.
“Maaf jika aku telah memindahkan kalungnya. Aku sengaja memindahkannya agar Elize tidak dapat mengambil harta peninggalan keluargaku ini. Kalung itu aku pindahkan ke rumah Zero, anjing peliharaanku yang sangat aku sayangi. Tertanda, Treize,” kata Tomy usai membaca kertas yang langsung ia terjemahkan tadi.
“Kalung? Mungkinkah kalung yang dikenakan wanita dalam lukisan itu?” tanya Sisy heran seraya memandang gambar kalung dalam lukisan. “Lalu, bukankah rumah ini telah ditinggal selama bertahun-tahun oleh pemiliknya? Dan katanya tadi kalung itu ada pada rumah anjing kesayangannya? Pasti rumah anjing itu sudah hancur, dan pasti sekarang kalung itu telah hilang entah dmana.”
“Belum,” kata Dani tiba-tiba. “Ini dia,” kata Dani dengan menunjukkan kalung yang dimaksud berada dalam genggaman tangannya. Membuat teman-temannya sangat terkejut.
“Dan, bagaimana kamu, mendapat, bisa, kalung itu?” tanya Sisy tergagap-gagap karena heran.
“Maaf jika aku tidak menceritakannya pada kalian. Sebenarnya beberapa hari yang lalu, saat aku pulang sekolah sendirian, aku mendengar suara saat melewati rumah ini. Lalu aku berhenti dan melihat sebuah kalung terbuang begitu saja di pintu gerbang. Kukira ini adalah berlian yang terjatuh dan aku menunggu berita jika ada orang yang mencarinya. Ternyata setelah berhati-hari, tidak satu orangpun yang berusaha mencarinya. Namun pada hari-hari itu, aku sering mendengar teriakkan-teriakkan aneh yang hanya dapat didengar oleh aku saja,” kata Dani dalam ceritanya yang panjang.
“Kalau begitu, inilah harta yang tersimpan secara turun-temurun di keluarga ini. Tetapi, di mana jenazah wanita ini disembunyikan?” kata Tomy dengan nada putus asa.
“Bagaimana jika kita menelepon polisi untuk mencari jenazah yang tersembunyi ini?” kata Roni dengan ceria. “Dan lebih baik kita pulang ke rumah masing-masing sekarang. Karena ini sudah pagi, orang tua kita pasti akan bingung jika mendapati kita tidak berada di ranjang,” katanya meyakinkan. “Terutama kamu, Sisy. Kamu perempuan sendiri di sini.”
Akhirnya mereka pulang ke rumah mereka masing-masing dengan rasa senang bercampur penasaran. Harta yang tersembunyi itu di bawa oleh Tomy ke rumahnya. Setelah selesai sarapan pagi. Mereka berkumpul kembali pada pukul 08:15 dan segera pergi ke kantor polisi untuk menceritakan kejadian yang terjadi, terkecuali tentang hilangnya Dani semalam.
Polisi yang akhirnya percaya dengan barang bukti yang mereka bawa, menelepon kepada salah satu dari keturunan keluarga itu yang tinggal di luar kota. Setelah sekitar dua jam setelah menelepon, datanglah seorang wanita cantik yang sangat mirip dengan wanita dalam lukisan yang ternyata adalah cucunya sendiri.
Tepat pada pukul 13:00 siang, jenazah dari Treize akhirnya ditmukan juga oleh para polisi pencari. Mayat itu tersimpan di balik lukisan yang memiliki ruang rahasia di belakangnya. Pada akhirnya, jenazah wanita itu dimakamkan beserta ‘harta’ di kuburan khusus keluarganya.

TAMAT

Cerita ini saya persembahkan kepada teman-teman X_2 baik yang suka ataupun tidak terhadap kisah petualangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar