Custom Search

Selasa, 03 Februari 2009

Kesuksesan Berawal dari Mimpi

Oleh: Lisa Laila X-1
Sekolah merupakan tempat yang menyenangkan untuk anak – anak, karena di sekolah mereka akan mendapatkan pengetahuan dan juga teman yang baik. Di sebuah sekolah bernama SMP N 11 Purwokerto, ada sekelompok siswa yang terdiri dari delapan anak. Mereka adalah siswi – siswi yang pintar. Delapan anak itu bernama Sari, Tuti, Mawar, Lia, Ajeng, Santi, Yanti, dan Wahyu. Saat ini mereka sudah memasuki kelas 9, waktunya berpikir untuk melanjutkan SMA mana yang akan mereka pilih. Sari adalah anak yang paling tua diantara delapan anak itu, tetapi yang paling dewasa adalah Yanti. Mereka sejak kelas 7 sudah berteman baik dan akhirnya menjadi sahabat.

Ujian Nasional sebentar lagi akan datang. Sekarang sudah memasuki bulan April, sedangkan ujian dilaksanakan bulan Mei. Dari sekolah juga sudah memberi tambahan pelajaran dan tes uji coba.

“Wah…hari ini ada tes uji coba kan ya?” Sari mengingatkan.

“Ya ampun, aku belum belajar tau. Gimana dong?” Lia mengeluh.

“Lah, sama. Aku juga belum belajar, kamu tau kan aku nggak bisa matematika,” Sari berusaha menenangkan Lia.

“Mesti Yanti udah belajar nih?” kata Santi.

“Hem…belajar dari mana? Tadi malem aku ketiduran ko…, jadi nggak belajar!” kata Yanti.

Telolet….teloletlolet….bel sekolah berbunyi. Seluruh siswa masuk ke kelas masing – masing. Mereka berdelapan berada di kelas 9b. Kelas tersebut merupakan kelas yang cukup popular dikalangan guru – guru karena kepintarannya dan juga siswanya yang sering membuat keributan. Tetapi walaupun begitu, kelas 9b adalah kelas yang menyenangkan.

“Hey, manggil guru sana!” perintah Aziz. Dia adalah ketua kelas 9b.

“Ga usah lah…males tau pelajaran bahasa Inggris!” tolak Mawar.



“Ih…..Mawar lho ngawur?! Tapi nggak apa – apa ding, aku juga sebenernya males, hehe…,” kata Ajeng.

“Sari…temenin ke belakang yuh…?” kata Tuti.

“Aku ikut ya? Aku juga pingin pipis nih,” kata Wahyu.

“Aziz, nggak usah manggil guru ya?” Mawar memberi tahu.

“Lagian sapa juga yang mau manggil,” kata Aziz.

“Ya udah yuh…berdelapan bareng – bareng aja ke belakang,” ajak Sari.

Pukul 12.45 seluruh siswa pulang, tetapi khusus kelas 9 akan ada tes uji coba.. Seluruh kelas 9 diberi waktu istirahat untuk makan dan solat. Di belakang sekolah terdapat masjid yang bernama Masjid Sudiro. Di sanalah biasanya siswa yang beragama Islam menjalankan solat.

Waktu istirahat telah habis, seluruh siswa sudah bersiap untuk mengikuti tes uji coba itu. Posisi duduknya sendiri – sendiri. Siswa diberi waktu 120 menit untuk mengerjakan soal. Soal yang diberikan dibuat dari pihak sekolah, kecuali untuk tes uji coba yang terakhir, soal dibuat dari kabupaten. Seluruh siswa berusaha mengejakan dengan sungguh - sungguh untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Hari terus berganti, hingga akhirnya hari yang membuat hati menjadi gelisah datang. Hari ini tanggal 14 April merupakan hari pertama Ujian Sekolah. Seluruh siswa merasa was – was, karena selama tes uji coba banyak siswa yang mendapat nilai kurang memuaskan. Termasuk di dalamnya anak delapan itu, mereka juga merasa takut. Walaupun diantara mereka sudah mengikuti les, kecuali Wahyu.

Selama satu minggu ujian mereka lewati dengan sungguh – sungguh. Soal Ujian Sekolah dibuat dari pihak kabupaten. Saat ini yang bisa lakukan yaitu berdoa dan pasrah kepada Tuhan, semoga seluruh siswa lulus dengan nilai yang terbaik. Setelah ujian usai Sari, Tuti, Mawar, Lia, dan Ajeng pergi jalan – jalan untuk refresing. Sayang sekali mereka tidak bisa pergi berdelapan, karena yang lain akan ada urusan, sehingga tidak bisa ikut. Memang terasa kurang jika pergi tidak lengkap berdelapan, karena selama ini mereka pergi ke mana saja selalu bersama. Walaupun begitu Sari, Tuti, Lia, Ajeng, dan Mawar tetap merasa gembira. Mereka sudah melewati Ujian Sekolah dengan lancar.

Ujian Sekolah memang sudah berakhir, tetapi ada satu ujian lagi yang benar – benar sangat menentukan kelulusan, yaitu Ujian Nasional. Soal Ujian Sekolah berbeda di setiap wilayah. Setelah 4 hari ujian dilaksanakan, hari ini adalah hari terakhir ujian. Semua siswa benar – benar sudah merasa puas, karena semua ujian telah terlewati. Kini mereka mulai berpikir di mana akan melanjutkan sekolah.

“Alhamdulillah ya…akhirnya ujiannya udah selese,” Lia bersyukur.

“Iya bener, rasanya tuh udah lega banget. Ya sebernya sih agak kurang juga, soalnya aku tuh takut kalo nilainya kurang memuaskan,” Sari merasa takut.

“Udah lah nggak usah takut, yang penting kita kan udah berusaha semaksimal mungkin. Sekarang kita berdoa aja biar dapet nilai yang bagus,” Ajeng menenangkan.

“Betul itu aku setuju! Moga aja ada keajaiban dari Allah, kalo jawabannya kita ada yang salah bisa dibetulin, ya kan?” Mawar sependapat dengan Ajeng.

“Temen – temen, kalian mau nerusin di SMA mana?” tanya Tuti kepada teman – teman kelasnya.

“Aku kan kemaren udah daftar di Telkom, jadi tinggal nunggu hasil ujiannya aja,” kata Lutfi.

“Kamu enak ya udah ada cadangan sekolah…Nah aku gimana coba? Yang penting di negeri aja deh…!” kata Tiwi.

Karena ujian telah usai, kini mereka hanya menunggu hasil dari belajar mereka. Suasana di kelas 9b terasa semakin hangat. Mereka terlihat lebih akrab sekali, karena sebentar lagi mereka akan berpisah dan melanjutkan sekolah di SMA yang berbeda sesuai dengan keinginan masing – masing.

“Aku kayaknya mau di Semarang aja lah SMAnya. Ntar tinggalnya di rumah saudaraku,” Sari memberi tahu kepada sahabat – sahabatnya.

“Kalo aku disuruh di Yogyakarta sama ibuku, ntar nginepnya di rumah mbah,” kata Yanti.

“Hah, kamu mau di Yogya?? Haha…sama dong, aku juga disuruhnya di sana. Nanti kita berarti bisa bareng lagi dong sekolahnya?” kata Mawar.

“Enak ya pada di luar kota sekolahnya…,kalo aku ya di Purwokerto selalu…kan cinta Purwokerto,” kata Ajeng.

“Sama lah…aku juga nggak ke mana – mana ko…tetep di Purwokerto aja,” kata Wahyu. “Kalo kalian di mana?” Mawar bertanya kepada Lia, Santi, dan juga Tuti.

“Aku sih disurunya di Bandung terus ntar kuliahnya di UGM,” Tuti memberi tahu. “Oh ya katanya kamu mau dipondok, jadi?” tanya Tuti kepada Lia.

“Insya Allah jadi, doakan saja. Tapi aku tuh ya takutnya nggak bisa ngikuti pelajaran di sana. Otomatis setiap hari ngaji kan?? Kayak Santi lah…padahal kan aku di rumah juga jarang banget ngaji,” kata Lia.

“Aku tetep di sini aja…kan aku juga mondoknya di sini. Kalo kuliah lha mungkin di luar Purwokerto, pinginnya sih di UGM,” kata Santi.

Setelah lama berbincang – bincang, mereka kembali teringat dengan mimpi – mimpi mereka untuk kuliah bersama di luar negeri, tetapi khayalan itu terlalu tinggi juga untuk dicapainya. Butuh pemikiran yang tinggi supaya bisa kuliah di luar negeri. Tetapi mereka kembali berpikir, mengapa harus yang jauh dahulu yang akan mereka mimpikan? Akhirnya mereka berharap untuk bisa kuliah di UI saja, di sana juga mahasiswanya pintar – pintar.

“Kalian masih inget nggak, kita pernah berkhayal bisa kuliah bareng di luar negeri. Tapi abis itu nggak jadi gara – gara terlalu jauh. Lagian di Indonesia juga ada universitas yang bagus, ya kan…? Pada lupa ya??” Mawar berkata dengan semangatnya.

“Mana mungkin aku lupa…! Aku tuh berharep banget kalo mimpi kita bisa jadi kenyataan,” kata Tuti. “Berarti kita harus belajar keras dong…kalo mau kuliah di sana?” Tuti menambahkan.

“Ya iya lah…belajarnya harus serius! Kita juga seringnya belajar sambil bermain kan.., bukan bermain sambil belajar,” Sari berbicara sambil menunjuk.

“Maksudnya sih apa? Aku nggak mudeng lho…,” kata Wahyu smbil menggaruk – garuk kepala. Wahyu memang anak yang kurang cepat dalam menangkap pembicaraan teman – temannya, tetapi dia sangat pintar dalam menerima pelajaran. Sewaktu di SMP dia juga selalu mendapat juara di kelas.

“Kamu lho…! Kalo nerima pelajaran lha cepet banget, tapi kalo ngobrol sama kita lama banget nyambungnya. Maksudnya itu…kita kalo bareng – bareng lebih banyak mainnya dari pada belajarnya!” Lia berkata dengan wajah yang agak marah.

“Ya…maaf,” Wahyu berkata dengan wajahnya yang memelas.

“Uwahahahaha…..” mereka tertawa bersama.

Semakin hari semakin dekat pada hari pengumuman kelulusan. “He…ntar malem pada solat tahajud ya? Berdoa biar kita semua lulus,” kata Ajeng kepada sahabat – sahabatnya.

Pagi yang cerah, berharap hari itu merupakan hari yang membahagiakan. Seluruh siswa SMP N 11 Purwokerto datang ke sekolah dengan hati yang cemas. Karena hari itu adalah hari di mana siswa akan melihat hasil pengumuman. Mereka semua merasa gelisah karena takut tidak akan lulus. Tetapi guru – guru menenangkan hati muridnya supaya tidak perlu takut, karena Tuhan pasti akan memberi yang terbaik untuk mereka, jika mereka sudah berusaha.

“Bu, doain kita ya…semoga semuanya lulus?” kata Ajeng dengan memelas..

“Pasti ibu doakan, yang penting kalian semua udah berusaha,” kata Bu Lies selaku wali kelas 9b.

Siswa – siswi sudah berkumpul di lapangan depan, mereka sudah siap untuk melihat hasil kerja keras mereka. Sebelum pengumuman diberikan, diadakan upacara terlebih dahulu dan juga doa bersama yang dipimpin kepala sekolah. Usai upacara adalah pengumuman siswa – siswa yang mendapat nilai terbaik saat Ujian Nasional. Dari kelas 9b satu – satunya anak yang termasuk dalam siswa yang memperoleh peringkat sepuluh besar adalah Doni. Dia adalah perwakilan dari kelas 9b dan dia juga siswa yang memperoleh peringkat pertama. Teman – teman kelasnya benar – benar merasa ikut senang dan bangga.

Upacara dan pengumuman peringkat sudah berakhir, sekarang seluruh siswa diminta untuk masuk ke kelas masing – masing dan menunggu pengumuman yang akan diambil oleh orang tu murid. Satu demi satu orang tua murid dipanggil untuk menghadap wali kelas dan mengambil pengumuman. Semua pengumuman sudah diambil, seluruh siswa lulus tanpa kecuali.

“Alhamdulillah….akhirnya semua lulus. Aku seneng banget bener!” Sari bersyukur dan bersujud bersama sahabat – sahabatnya di depan kelas.

“Aku dulu sempat ngira kalo ada yang nggak lulus lho. Coba ya bayangin aja, nilai waktu uji coba kan jelek – jelek banget! Kalo nilai ujian kayak gitu ya…jelas banyak baget yang nggak lulus,” kata Mawar.

“Ya sekarang kita bersyukur aja sama Allah soalnya kita semua uadah lulus dengan nilai yang memuaskan,” kata Yanti.

“He….gimana kalo sekarang kita main yuh…mau ga? Ya itung – itung refresing lah…” ajak Mawar.

“Aku sih mau – mau aja, ikut semua ya…kan sambil marayakan kelulusan kita. Kemaren – kemaren kan kita jarang main bareng, karena lagi fokus buat ujian. Nah, sekarang kan ujiannya udah selese,” Sari berusaha membujuk teman – teman yang lain.

“Ya udah aku mau,” Tuti setuju.

“Ya wis yuk…” kata Ajeng dan Santi bersamaan. Inilah saat yang mereka tunggu – tunggu, pergi bersama. “Terus ini kita mau pergi ke mana? Gimana kalo ke gramedia aja? Kan udah lama nggak ke sana, mungkin aja ada komik baru, he..he..” Santi memberi usul.

Mereka berdelapan pergi ke gramedia untuk membaca – baca buku dan membeli komik. Setelah puas di gramedia, mereka berpindah ke moro. Di sana mereka bermain dan melihat – lihat saja. Hari sudah siang, mereka tidak lupa untuk menjalankan tugasnya sebagai seorang muslim, yaitu solat. Mereka pergi ke rumah Sari untuk solat, karena letak rumah Sari tidak jauh dari moro. Waktu sudah menunjukan pukul 13.30, mereka pulang dari rumah Sari.

“Sar, kita pulang dulu ya…? Makasih lho,” kata Wahyu untuk izin pulang.

Masa – masa yang indah sudah mereka lalui bersama. Tetapi tidak selamanya mereka akan bersama, pasti suatu hari nanti mereka akan berpisah. Karena mereka akan melanjutkan SMA di tempat yang berbeda. Itu semua memang benar – benar terjadi. Sari melanjutkan SMAnya di Semarang, Mawar dan Yanti melanjutkan di Yogyakarta, tetapi tidak satu sekolah, Tuti melanjutkan di Bandung, Lia akhirnya melanjutkan di pondok, Santi, Wahyu, dan Ajeng tetap di Purwokerto. Mereka tidak melanjutkan SMA di luar kota seperti lima orang sahabatnya..

Tahun demi tahun mereka lewati hanya dengan berkomunikasi lewat telepon dan sms. Mereka hanya beberapa kali bertemu, karena mereka sudah sibuk sendiri – sendiri. Perpisahan itu memang menyedihkan, tetapi mereka yakin kalau mereka pasti akan bertemu dan kembali berkumpul lagi seperti dahulu. Jika mereka berkumpul, semua akan berubah. Karena mereka akan bertemu dalam keadaan sukses.

3 tahun telah terlewati, mereka mendaftar kuliah di UI. Mimpi yang terwujud, mereka bisa kuiah bersama di universitas yang bagus. “Ga nyangka ya mimpi kita buat kuliah bareng bisa terwujud,” kata Ajeng.

“Aku juga seneng banget kita bisa bareng lagi. Moga aja besok kita kerjanya juga bareng lagi. Kan asyik ya…” Tuti kembali bermimpi.

“Eh, sekarang kan hari pertama kita kuliah bareng. Gimana kalo kita ngrayain bareng – bareng sambil makan trus jalan – jalan? Ya kan sekalian belajar jadi orang Jakarta, ha…ha…ha…” Sari berkata sambil tertawa.

“Waduh, boleh juga tuh idenya!” Lia setuju dengan menunjukan ibu jarinya. Setelah keluar dari pondok, sekarang Lia sudah memakai kerudung. Jadi, saat ini diantara enak delapan itu, sudah dua anak yang memakai kerudung.

Kuliah hari pertama membuat hati mereka merasa senang dan bangga, mereka lebih merasa dewasa dengan statusnya sebagai mahasiswa. Walaupun jurusan mereka berbeda – beda, tetapi mereka tetap selalu bersama ke manapun mereka pergi. Mereka juga kos di tempat yang sama, tidak jauh dari tempat kuliah. Kuliah hari itu telah usai, mereka berdelapan kembali ke tempat kos.

“Ternyata gini ya rasanya kuliah? Cape juga..,” kata Wahyu sambil mengelap keringat yang ada di keningnya.

“Tau nggak, tadi tuh ya di kelasnya aku ada orang yang nyebelin banget!! Sok pinter, tapi emang pinter sih…” Santi bercerita kepada sahabat – sahabatnyadengan menggebu – menggebu. Mereka semua menceritakan pengalamannya saat pertama kali mereka kuliah. Sari dan Tuti mengambil jurusan Kedokteran, Wahyu, Ajeng dan Yanti mengambil jurusan Hukum, Mawar masuk ke jurusan Sastra Inggris, Lia dan Santi mengambil jurusan Sastra Indonesia.

Setiap satu bulan sekali mereka pulang ke Purwokerto. Tetapi semakin lama, mereka sudah tidak lagi pulang satu bulan sekali karena tugas kuliah mereka sangat banyak. Mereka hanya pulang jika libur datang, itu juga kalau tidak ada tugas yang begitu banyak. “Hari ini cape banget nih…aku kangen lho sama rumah. Padahal kan sekarang lagi libur, tapi kenapa ya tugasnya nggak libur??!” Yanti mengeluh kepada sahabat – sahabatnya yang sedang berbincang – bincang di tempat kos.

“Kangen sama rumah apa kangen sama kenangan bersama Edoz?” kata Santi dengan wajah menggoda.

“Ya dua – duanya lah…kan sambil menyelam minum air,” kata Yanti.

Libur kuliah telah berlalu, hari – hari seperti biasanya kembali mereka jalani. “Woy….! Bangun dong bangun…! Hari ini kita kan udah kuliah lagi. Ntar terlambat lho…” Tuti membangunkan teman – temanya yang masih tertidur. Biasanya mereka selalu bangun pagi, tetapi hari tidak, mungkin karena tadi malam mereka begadang terlalu malam. Sehingga setelah solat subuh mereka kembali tidur.

Tahun berganti tahun, salama lima tahun mereka kuliah dan selama itu pula mereka hidup bersama dalam kesederhanaan. Mereka semua telah lulus dengan gelar masing – masing. Nilai yang mereka peroleh juga memuaskan, orang tua mereka sangat bangga.. Setelah semua selesai, mereka kembali ke Purwokerto bersama orang tua mereka. Hingga suatu hari, mereka berpisah. Mereka berdelapan sudah mempunyai pekerjaan masing – masing. Pekerjaan yang terbaik, dan mereka semua berjanji akan bertemu kembali jika mereka telah sukses.

“Aku nggak mau pisah sama kalian…aku udah bener – bener nganggep kalian itu sahabat aku yang paling baik, keluarga yang selalu bisa ngerti aku da juga saudara yang selalu ada kalo aku butuh bantuan…” Lia berkata sambil menangis karena tidak mau berpisah dengan sahabatnya.

“Siapa yang mau pisah? Kita itu cuma nggak ketemu untuk beberapa waktu aja. Habis itu kan kita bakalan ketemu lagi kalo kita udah sama – sama sukses,” Yanti berkata dengan wajah yang sedih.

“Bener kata Yanti, kita cuma nggak ketemu beberapa waktu aja. Makanya kita berusaha biar bisa sukses,” Santi membenarkan kata – kata Yanti.

“Ya lah, aku pingin cepet – cepet sukses…!” Lia kembali bersemangat lagi.

“Nah gitu dong nggak usah sedih gitu. Tapi semua itu ada prosesnya loh…nggak secepet yang kita bayangin untuk mencapai sukses,” kata Sari.

“Ha..ha..ha...bener juga ya!” Mawar berkata sambil tertawa.

Perjalanan untuk menuju sukses mereka awali dengan perpisahan yang mengharukan. “Temen – temen makasih ya buat semuanya. Kalian udah baik banget sama aku. Udah mau menerima aku apa adanya, walaupun kadang aku agak nggak nyambung,” kesedihan muncul di wajah Wahyu.

“Itu emang yang dibilang sahabat. Kita harus bisa menerima kekurangan sahabat kita. Aku juga makasih sama kalian yang udah mau jadi sahabat baiknya aku,” kata Ajeng.

“Ya udah sampe ketemu lagi ya…kita pasti ketemu kalo udah sukses nanti,” Sari berkata sambil menangis, lalu memeluk sahabat – sahabatnya.

Mereka berpisah dan mulai mengawali kehidupan yang baru, yaitu menjadi orang yang sukses. Sari menjadi dokter di Semarang, Mawar pergi ke Inggris untuk memperdalam lagi ilmunya, Santi mulai menulis novel, karena dia ingin menjadi penulis yang terkenal. Tuti juga menjadi dokter di Kalimantan, Ajeng menjadi pegawai di salah satu kantor terbesar di Jakarta, Yanti menjadi Menteri di Jakarta, Lia menjadi penulis di majalah remaja, dan Wahyu menggapai kesuksesannya dengan menjadi pengacara.

Pekerjaan yang mereka dapatkan, merupakan hasil kerja keras mereka selama ini. Orang tua mereka benar – benar merasa bangga dan puas atas pekerjaan yang anaknya peroleh. Memang tidak sia – sia orang tua mereka menyekolahkan mereka hingga perguruan tinggi.

Sudah lama mereka bekerja, kini mereka sudah terbiasa dengan pekerjaan yang mereka dapatkan. Dengan bersungguh – sungguh mereka bekerja untuk mencapai kesuksesan. Hari – hari mereka lalui dengan bekerja tanpa mengenal lelah. Hingga akhirnya mereka telah sukses. Salah satu dari mereka yaitu Sari, memberitahukan kepada sahabat – sahabatnya untuk bertemu di Purwokerto.

Sekian lama mereka berpisah. Hari ini waktunya untuk melepas rindu yang sudah lama mereka rasakan. Di Purwokerto tempat mereka bertemu, di sana pula tempat mereka berpisah, dan di sanalah tempat mereka bertemu kembali setelah lama tidak bertemu.. Pertemuan yang membawa kesuksesan. “Ya Allah…aku seneng banget akhirnya kita ketemu lagi. Aku kangen banget sama kalian…Tuti, Ajeng, Mawar, Wahyu, Lia, Yanti, Santi…” Sari berkata dengan wajah yang terharu dan memeluk sahabatnya satu per satu.

Santi berhasil menjadi penulis novel yang terkenal, Sari dan Tuti bisa menjadi dokter yang ahli, Yanti dan Ajeng juga sudah sukses di Jakarta, Wahyu berhasil menjadi pengacara yang sangat dipercaya, Lia juga sukses menjadi penulis majalah yang digemari banyak orang, dan yang terakhir adalah Mawar, dia bahkan telah sukses bekerja di Inggris sebagai guru yang mengajar bahasa Indonesia. Sekarang mereka telah sukses dan akhirnya mereka berdelapan berpelukan untuk melepas rindu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar