Custom Search

Selasa, 03 Februari 2009

Teman Baru Yang Misterius

Oleh: Mulia Eka X-1

Di saat bel pulang berbunyi, tet… tet… tet… Semua siswa SMA N 1 Bandung bergegas mengkemas-kemas buku-buku pelajaran dan peralatan sekolah mereka lainnya. Tepatnya di dalam kelas XI ia 1, hanya aku seorang diri yang masih berada di dalam kelas. Aku masih ………..Sepulang dari sekolah aku masih tetap termenung sepanjang jalan. Tanpa kusadari seorang gadis yang sebraya denganku menghampiriku dari belakang. "doOor……!!! hai tiara… ku lihat dari tadi sepulang sekolah kamu termenung sendiri, kalau kamu ada masalah kamu cerita saja pada ku," seru si gadis. "Emm………. ku nggak kenapa-kenapa kok mel. Aku cuma sedang bingung akan kepindahan ku ke Jakarta," jawab tiara. "Apa!!! kamu serius ra, kalau kamu mau pindah sekolah ke Jakarta. Lalu siapa yang akan mengajari kita matematika, B.inggris, biologi, fisika, kimia dan yang lainnya, kalau bukan kamu. kamu kan tau kalau satu-satunya murid yang terpandai di antara kita kan cuma kamu," kata melda dengan semangat 45 nya. Sambil berhenti sejenak di depan sebuah warung di pinggir jalan, aku mengajak melda untuk duduk di warung tersebut. "Huff… mel sebenarnya aku juga masih betah sekolah disini, tapi ku ngga bisa buat membantah perintah orang tuaku. Mereka mengharapkan kalau ku nantinya bisa menjadi orang sukses setelah bersekolah di Jakarta," jawab ku dengan suara yang lemah. "Ya udahlah ra, ku mengerti kok?. Ku senang bisa mempunyai sahabat sepertimu. Wah sepertinya
hari sudah siang, kita pulang yuUk……" ajak melda. "Ok daeh," sambungku.

1
Esok harinya di sekolah sewaktu jam pelajaran fisika kosong, Aku bergegas berdiri di depan kelas untuk mengatakan kata perpisahan kepada teman-teman sekelasku. Nampaknya Semua teman-teman ku sangat terkejut dan bersedih akan kepindahanku ke jakarta, terutama melda sahabat dekat ku. Walaupun melda sudah tau akan hal itu, tetapi sepertinya dia masih tak sanggup untuk berpisah denganku, karena kita berdua sudah menjadi teman baik sejak kecil. dengan sepontan melda langsung memelukku dan meneteskan air matanya. "sudahlah mel jangan menangis terus, walaupun kita tidak bisa bertemu, bercanda, bercerita-cerita seperti biasanya, tetapi kita kan masih bisa berkomunikasi lewat telephone atau hp," kataku dengan menahan tangis. Kemudia semua anak secara bergantian bersalaman dan mengucapkan kata perpisahan kepadaku.


Aku hidup di sebuah keluarga yang sederhana, walaupun demikian aku tetap bersyukur, karena aku mempunyai keluarga yang sangat menyayangiku.
Di saat hujan turun dengan derasnya, meneteskan air dari atas langit setetes demi setetes, begitu pula denganku yang sedang menangis terisak-isak karena kesedihanku meninggalkan kampung halamanku beserta keluarga dan teman – teman yang sangatku sayangi. Di dalam kamar aku termenung sendiri sambil mengemas-emas barang bawaan yang akan aku bawa ke Jakarta. Tak lupa aku juga membawa sebuah album kenang-kenangan bersama teman-temanku.


2
Tok… tok.. tok… terdengar suara ketukan pintu dari arah ruang tamu. Dengan segera aku langsung membuka pintu tersebut. "melda!!! ayo masuk," sambut ku dengan senang hati. "Ra aku membawakan kenang-kenangan dari teman-teman sekelas, walau tak seberapa besar harganya tetapi mudah-mudahan bisa bermanfaat bagimu," kata melda sambil memberikan sebuah kotak besar yang di bungkus dengan sangat indah dan rapi.
"Terima kasih ya mel… kalian semua memang teman-temanku yang baik."
Hikz… hikz… hikz… "sampaikan salamku buat teman-teman yang lainnya", ucapku sambil menangis.
"Udahlah ra kamu jangan menangis terus, kalau kamu menangis aku kan jadi ikut
sedih," bujuk melda.
Tiara… cepat kamu angkat barang – barangmu ke mobil tante, kita akan berangkat ke Jakarta sebentar lagi," seru tante pada ku. "iya tante" jawabku segera. "Sebentar dulu ya mel, ku mau mengangkat barang-barangku dulu ke mobil. Biar ku bantu ya ra," saut melda dengan semangat 45 nya. Satu per satu tas dan barang-barang yang akan ku bawa ke Jakarta di masukkan ke dalam bagasi mobil. Tak terasa waktu sudah sore dan langit berubah menjadi agak kemerah-merahan. Aku pun bersiap-siap untuk berangkat ke jakarta dengan tanteku. Sebelum berangkat aku berpamitan terlebih dahulu kepada kedua orang tuaku dan berpelukan dengan melda sahabat terbaikku. Dari dalam mobil aku melambaikan tanganku kearah keluargaku dan melda. Dan pada hari itulah, terakhirnya aku dapat melihat keluargaku dan melda.



3
Setibanya di rumah tante di Jakarta, aku segera turun dari mobil dan bergegas mengangkat barang-barang bawaanku. sebelum memasuki rumah, aku melihat-lihat kebun depan rumah terlebih dahulu. Dari depan kebun Aku melihat sebuah kolam ikan yang di atasnya terdapat tempat untuk duduk-duduk yang menurutku sangat cocok buat bersantai sambil membaca buku. Disamping itu aku juga melihat tanaman bunga yang bermacam-macam sehingga membuat kebun semakin indah dan menarik. Aku sangat senang bisa tinggal di rumah tanten yang luas dan megah. Setelah ku sudah merasa puas melihat – lihat isi kebun, aku pun segera masuk ke dalam rumah.
"Tiara… ini kamar baru buatmu," seru tante.
"Wah… bagus sekali tante, ruangannya sangat luas berbeda sekali dengan kamarku dulu di bandung, terima kasih ya tante," ucapku dengan sangat gembira. Dengan segera aku langsung membereskan barang-barang bawaanku.
Pagi harinya di halaman depan rumah, aku telah bersiap-siap untuk berangkat sekolah ke sekolah baruku di Jakarta. Aku berangkat sekolah di antar oleh tante.
Sesampainya di sekolah baru, yaitu di SMA N favorit Jakarta, Aku bersama tante memasuki sekolah tersebut dan menuju ke ruang kepala sekolah untuk menanyakan kelas manakah yang akan ditempati olehku. Kemudian bapak kepala sekolah mengajakku dan mengantarkanku ke kelas baruku di XI ia 2. Setelah aku sampai di depan kelas XI ia 2, Kepala sekolah memangggil bu yasmin (guru biologi) yang sedang mengajar di kelas XI ia 2 untuk mempersilahku buat memasuki kelas tersebut. Sejenak aku melihat keadaan seisi kelas baruku.

4
Nampaknya semua anak sedang asyik berbicara sendiri tanpa menghiraukan guru yang sedang mengajar di depan kelas mereka. Dalam hati aku bergumam, kenapa sekolah terfavorit di Jakarta murid - muidnya seperti ini ya? Lamunanku pun segera buyar ketika ku mendengar panggilan dari bu yasmin. "Tiara… ayo masuk…," seru bu yasmin kepada ku. secara spontan aku pun langsung menjawab, "oh… iya bu".
"Anak-anak, semuanya harap diam. Karena kalian mulai hari ini akan mendapatkan teman baru dari Bandung. Silahkan tiara kamu perkenalkan dirimu," ajak bu yasmin. "Teman-teman, perkenalkan nama saya cintya tiara mardiani, kalian bisa memanggilku tiara. Aku berasal dari SMA N 1 Bandung," sapaku pada teman-teman baruku. Setelah selesai memperkenalkan diri didepan kelas, bu yasmin mempersilahkan ku untuk duduk. Aku memilih duduk di bangku nomer satu bersama seorang gadis yang sejak dari pertama tiara masuk kelas XI ia 2 dia sudah tersenyum padaku. Setelah duduk aku langsung menyapa dan berkenalan dengan teman sebangkuku. "Hai… namaku tiara, kalau boleh tau namamu siapa ya?" sapaku pada teman sebangkuku. "Ooh…. namaku icha, senang bisa berkenalan denganmu ra," jawab icha. Setelah kurang lebih 2 jam pelajaran, bel istirahat pun berbunyi. Dengan segera semua anak keluar kelas untuk membeli makanan di kantin sekolah. Icha berdiri dari bangku duduknya dan mengajakku untuk membeli makanan di kantin. Kemudian kita berdua pergi ke kantin sekolah bersama. Sewaktu di jalan aku berhenti sejenak, pandanganku tertuju pada seorang anak yang sedang menyendiri di bawah sebuah pohon dipinggir lapangan basket. Karena aku merasa kasihan pada anak itu, lalu aku pun mengajak

5
icha buat menghampiri anak tersebut. Sesampainya aku di depan anak tersebut, aku pun langsung menyapanya dengan ramah. "Hai… boleh nggak aku duduk di sebelahmu, namamu siapa?" sapaku padanya. Lalu anak tersebut menjawab pertanyaanku dengan sangat singkatnya, "namaku bela". "Ooh… bela. Aku tiara dan ini temanku icha", tambahku. Kemudian kita saling berjabat tangan dan berkenalan. Lalu aku pun bertanya kembali kepada bela. "Kamu kok sendirian disini? kamu nggak ke kantin atau bergabung bersama teman-teman yang lain?" "Aku… aku… males ke kantin dan aku lebih suka buat duduk-duduk sendirian disini, karena suasana disini sangat sejuk dan nyaman," jawab bela. "Oh begitu ya, ngomong – ngomong kelasmu dimana?," sambung icha. "Kelasku di XI ia 4," jawab bela. Tet… tet… tet… "Wah, kayaknya bel masuk sudah berbunyi tuh, aku dan icha ke kelas dulu ya?" Ucapku. "iya iya silahkan, aku juga mau ke kelasku sendiri," jawab bela.
Sepulang sekolah icha mengajakku buat pergi ketoko buku dan aku pun setuju dengan ajakan icha, karena aku juga ingin membeli buku sastra yang sedang ku cari-cari selama ini. Dalam perjalanan menuju toko buku, dari kaca mobil aku melihat bela yang tengah termenung di halte bus sendirian. Dengan segera aku langsung menyuruh icha buat menghentikan mobilnya dan menyuruh icha buat menghampiri bela. Setelah memarkirkan mobil di pingir jalan dekat halte bus tersebut, aku dan icha langsung mendekati bela dan mengajaknya berbicara. "Bela, kenapa kamu bersedih? apa yang sedang kamu pikirkan? kalau kamu ada masalah kamu cerita aja pada kita? kita siap kok buat membantumu?" tanyaku dengan gaya kewartawanan. Bela masih dalam kesedihannya dan diam

6
tanpa kata. Setelah beberapa saat bela malah menangis dan berlari ke arah bus dan langsung meninggalkan aku dan icha, tanpa berkata Sepatah katapun pada kita berdua. Aku dan icha saling bertatap muka sambil terheran-heran, karena bingung terhadap sikap bela yang super duper aneh dan sangat misterius. Kemudian kita berdua melanjutkan perjalanan ke toko buku. Setelah lima belas menit perjalanan, akhirnya kita berdua sampai juga di toko buku "AURORA". Setelah memarkirkan mobil, aku dan icha langsung masuk ke toko buku tersebut. Aku menuju ke tempat buku-buku sastra, sementara icha menuju ke tempat kumpulan buku-buku novel kesukaannya. Icha merupakan seorang gadis penggemar berat buku novel sejak kelas 3 SMP. Walaupun demikian icha tetap menomer satukan pelajaran sekolah dari pada membaca novel. Pada saat aku sedang berjalan untuk menemui icha, karena aku telah menemukan buku sastra yang ku inginkan. Tiba – tiba seseorang dari arah depan menabrakku dengan cukup keras. GubrakKk… aku jatuh terpelanting ke lantai. "AduUh…," seru ku kesakitan. Kemudian seseorang yang tadi menabrakku langsung mengulurkan tangannya dengan maksud untuk menolongku dan membantuku untuk berdiri. Akupun menerima bantuan orang tersebut dengan hati yang sabar. Secara diam-diam aku melihat ke arah orang tersebut, terlihat oleh ku sesosok pria dengan tinggi tubuh sekitar 170 cm memakai jaket warna coklat. "Maaf… maaf... aku tidak sengaja menabrakmu, tadi aku keopetan jadinya aku berlari untuk mengejarnya dan akhirnya ku menabrakmu, sekali lagi ku minta maaf. Terus sekarang keadaanmu bagaimana?" kata pria tersebut. Aku nggak kenapa – kenapa cuma agak sedikit sakit si, tapi sekarang sudah mendingan, makasih ya?" jawab ku. "Tiara… apa yang terjadi?"

7
tanya icha sambil berlari tergese – gesa. "Oh.., aku nggak kenapa – kenapa kok? tadi aku jatuh ke lantai, tapi sekarang sudah agak mendingan," terangku. Sambil menolongku, icha menoleh kearah pria yang tadi menabrakku. Mata icha tampak berkaca – kaca ketika melihat pria tersebut. Kemudian pria tersebut lekas pergi dan meninggalkan mereka berdua. Sebelum pergi pria tersebut meminta maaf kembali kepadaku. Kemudian aku memanggil icha yang tengah melamun melihat pria tersebut. Lamunan icha pun buyar seketika ketika mendengar teriakan dariku untuk yang ke dua kalinya. "Eh… ya da apa ra?," seru icha asal bunyi. "Hallo…. kamu kenapa sih cha, sampai segitunya melihat pria itu," tukasku sambil terheran-heran. Dengan segera icha langsung menjawab pertanyaanku. "Kamu tau nggak si ra, tadi tuh kakak kelas kita, dia menjadi ketua tim basket sekolah, udah gitu dia juga menjadi idola di sekolah kita. hebat kan???". "Hah…. apa sih cha, udahlah nggak usah bergumam yang tidak jelas gitu, mendingan sekarang kita pulang, aku sudah cape banget nih? "ajak ku. "Ok deh bos, lets go!!" ledek icha.
Esok harinya di sekolah saat aku berangkat sekolah, di depan gerbang aku berpapasan dengan bela. Kemudian aku pun langsung menyapa bela dengan ramah. Tetapi bela hanya tersenyum padaku. Tanpa mengucapkan sepatah katapun padaku bela langsung pergi meninggalkanku sendiri. Akupun semakin bingung menanggapi sikap bela yang aneh bin ajaib itu. Dalam hatiku bergumam akan sikap bela yang super duper aneh itu. Dari kejauhan aku melihat pria yang kemaren menabrakku di toko buku Aurora yang tengah asyik mendribel bola basket di lapangan basket depan sekolah tanpa menghiraukan panasnya terik sinar

8
matahari. Tiba – tiba ada seorang gadis yang menghampiri pria tersebut dan mengasihnya minum. Tanpa menghiraukan apa yang tengah dilakukan oleh mereka berdua, aku pun langsung pergi menuju ke kelas.
Saat istirahat, aku dan icha pergi ke perpustakaan untuk mengembalikan buku yang kita pinjam. Pada saat aku sedang mengembalikan buku, aku berpapasan dengan pria tersebut. Kemudian pria tersebut menjulurkan tangannya dan menyapaku. "Hei… maaf ya yang kemaren. Emm……… kamu siswa baru di sini ya? perkenalkan namaku rio, ketua tim basket sekolah sekaligus ketua tim redaksi majalah sekolah. Aku denger – denger dari anak-anak katanya kamu tuh pintar bikin cerpen dan lainnya yang berhubungan dengan sastra gitu. Kalau kamu mau, kamu boleh bergabung dengan kita di redaksi majalah sekolah," sapa rio padaku dengan sangat ramah. "Boleh, boleh aku sangat senang bisa bergabung dengan tim redaksi sekolah. makasih atas tawarannya?," jawabku dengan hati yang sangat senang. "O… ya ku lupa, kalau boleh tau namamu siapa ya?," tambah rio. "Namaku tiara," jawabku dengan sangat singkat. Kemudian icha menghampirikudan berseru, "ciye ciye ada yang baru berkenalan nih". "Apaan sih cha, nggak lucu tau!!! mending sekarang kita balik ke kelas," kataku sambil menggerutu. "By the way, tadi rio bilang apa saja pada mu, kayaknya serius banget gitu," tanya icha dengan wajah penasaran. "Oh… tadi dia cuma mengajakku buat bergabung dengan tim redaksi majalah sekolah gitu. Dan dengan senang hati aku menerima tawarannya itu, apa salahnya kan?" tukas ku. Icha hanya mengangguk – anggukkan kepalanya saja, dan lalu dia mengajakku buat kembali ke kelas karena bel masuk sudah berbunyi.

9
Sepulang sekolah, tepatnya di tempat parkir icha melihat bela yang hendak mengeluarkan sepeda dari tempat parkir. Kemudian icha langsung mempunyai ide buat mengikuti bela. Setelah kurang lebih satu setengah jam perjalanan, akhirnya sampailah icha di depan sebuah rumah yang sangat sederhana, yang tak salah lagi merupakan rumah bela. Setelah icha melihat bela yang telah masuk ke dalam rumahnya, icha pun segera keluar dari mobil dan berjalan menuju rumah bela. Lalu icha dengan perlahan – lahan mengetuk pintu rumah bela, Dari balik pintu tampak sesosok ibu – ibu yang membukakan pintu rumah tersebut dan berkata, "ade teman sekolahnya bela ya?, mau bertemu dengan bela pa?". Dengan segera icha langsung menjawab, "iya bu, belanya ada. Oh… ada ada, sebentar tek panggilin, "jawab ibunya bela". Dengan agak sedikit mengintip kearah pintu, Bela melihat siapa yang ingin menemuinya. Bela sangat terkejut ketika melihat yang berada di depan pintu rumahnya ternyata icha. Kemudian bela keluar dan menemui icha. Dengan sangat gugup bela langsung menyapa icha, "hai cha, kamu kok bisa sampai di sini si? Emm… kamu tahu rumahku dari mana?," tanya bela. "Oh… tadi sewaktu aku lewat daerah sini, aku melihatmu sedang berjalan lalu kamu masuk ke dalam rumah, jadinya aku langsung turun dari mobil dan langsung menghampiri rumahmu, sekalian main gitu?, Eh… kamu nggak lagi sibuk kan?,"ucap icha. "Nggak kok? aku tadi habis bersih – bersih rumah si, tapi tenang aja sekarang sudah selesai," jawab bela. "Eh…, ayo masuk cha. Maaf kalau rumahku kecil dan sempit" ucap bela. "Nggak papa kok? walaupun kecil tapikan rapi dan bersih, selain itu rumahmu juga sejuk," sanggah icha. Lalu mereka berdua pun saling bercakap – cakap. Saat bela sedang

10
mengambilkan air minum buat icha, tanpa sengaja icha melihat sebuah buku diary tergeletak di atas meja. Secara diam-diam icha mengambil buku diary milik bela tersebut, karena menurutnya dengan buku diary itu icha bisa mengetahui apa yang menjadi penyebab keanehan sikap bela selama ini. Lalu icha duduk kembali setelah dia mendengar langkah kaki yang menuju ke arah ruang tamu. "Eh… cha maaf ya tadi aku mengambilkan minumnya lama, soalnya tadi aku di suruh ibuku pergi ke warung sebelah buat beli sayur," kata bela.
"Oh… nggak papa kok? santai aja kali?," tukas icha sambil meledek.
"Emm… oh ya bel, kayaknya waktu sudah sore nih, aku pulang dulu ya? maaf kalau aku udah ngrepotin kamu," ucap icha sambil berdiri.
"Nggak papa kok cha? justru seharusnya aku yang minta maaf, karena aku nggak bisa nyuguhin apa – apa,"ujar bela.
"Ya udah, aku pulang dulu ya bel, makasih atas waktunya, jadi ngeganggu nih?" seru icha.
"Iya, ku malah seneng kamu bisa main ke sini, lain kali kamu main ke sini lagi ya cha," ajak bela.
"Ya, insyaalloh deh?," lanjut bela
Pagi – pagi setibanya di sekolah icha dengan tergesa – gesa menemuiku dan langsung mengasihku sebuah buku diary. Dengan terheren – heran aku langsung bertanya kepada icha, "Ada apa si cha? ada berita baru kah? dateng – dateng ngasihin aku buku diary. Lalu icha menjawab pertanyaanku dengan nafas yang tersendak – sendak, "ada berita heboh yang menggemparkan dunia ra!!!" berita apa?," tanyaku lagi.

11
"Itu loh ra teman baru kita, si bela, ternyata eh ternyata penyebab sikap aneh bin misteriusnya selama ini tuh gara – gara dia minder gitu," jawab icha dengan penuh semangat seperti api yang berkobar – kobar.
"minder? kenapa?. Kamu tuh kalau njelasin jangan setengah – setengah dong? bikin orang penasaran aja!!!,"tegurku.
"Nih kamu baca sendiri buku diarynya bela," kata icha sambil mengasihkan buku diary ke arahku.
"Oh… jadi ini buku diarynya bela. Kamu kok bisa dapat buku diary ini si? kamu di pinjamin bela pa?," tanyaku sambil meledek. "Ya nggak lah masa aku minta ijin buat minjem buku diary, pastinya sama bela nggak di bolehin lah? gimana si kamu ra?" seru icha.
"He… he…he… ku kan cuma bercanda cha. Ya udah deh, mana bukunya mau tek baca dulu," tukasku pada icha.
Setelah icha memberikan buku diary bela, aku pun lekas membaca buku diary tersebut dengan sangat khusuk. Setelah aku selesai membaca, aku langsung berdiskusi dengan icha.
"Eh… cha sekarang ku udah tau penyebab sikap super duper anehnya bela selama ini," tukasku.
"Ya, trus menurutmu kita harus gimana? masa kita diam aja si?," kata icha dengan mengerutkan dahinya.
"Emm…. menurutku sih kita harus membantu bela dan mencari solusi yang tepat… Oh.. aku tau!!! gimana kalau kita ntar pulang sekolah mengajak bela buat pergi ke cafe. Lalu kita mengintrogasi deh si bela," ucapku.

12
"Eh, iya betul betul, "seru icha sambil mengangguk – anggukan kepalanya.
Setelah bel pulang sekolah berbunyi, aku dan icha langsung bergegas pergi ke kelas XI ia 4 buat menemui bela. Kebetulan sewaktu kita sedang berjalan melewati depan ruang guru kita bertemu dengan bela, secara spontan aku langsung memanggil bela dan berseru "Hai bel, aku mau ngomong sesuatu nih ma kamu, kamu kesini napa?
"Eh, iya ada apa ra?" ucap bela.
"Nih, aku sama icha kan mau pergi ke cafe. Kalau kamu mau kamu boleh ikut kok? sekalian kita ngobrol – ngobrol gitu" ajakku kepada bela.
"Emm… gimana yah? sebenarnya sih aku mau – mau aja, tapi ntar aku mau pergi ke pasar buat beli belanjaan. Soalnya besok di rumahku mau ada slametan" jawab bela.
"Loh, itu mah gampang bel, lagian sehabis kita ke cafe, kita kan bisa mampir dulu ke pasar. Ntar kita bantuin kamu cari belanjaan deh? ya kan… giti aja kok repot, "sambung icha sambil meledek.
"Ya udah deh aku mau, tapi jangan kelamaan yah" tukas bela.
"Nah gitu dong," tambah icha.
"Eh tapi….," ucap bela.
"Tapi kenapa?" tanyaku.
"Tapi Aku nggak punya uang buat makan di cafe, dah gitu makan di cafe kan mahal," terang bela.



13
"Kalau masalah bayar – membayar mah nggak usah di pikirin, ntar tek bayarin deh? tenang aja kali?" seru icha.
"Ya udah, mendingan sekarang kita cap cus ke tempat parkiran," ajakku.
Kemudian kita bertiga pun langsung berjalan menuju ke tempat parkir dan berangkat ke cafe. Setelah sampai di depan cafe "RENDEZVOUS", Kita langsung memarkirkan mobil dan turun dari mobil. Setelah masuk ke dalam cafe Kita langsung memilih tempat yang strategis buat duduk. Akhirnya kita menemukan tempat buat duduk di tepi kolam. Dari sana pemandangan cafe terlihat sangat indah dan mempesona. Kemudian kita memesan makanan. Icha memesan sandwich dan jus stawberry, bela memesan bakso dan jus jeruk sementara aku memesan mie ayam dan jus alpokat. Sambil makan kita juga asik mengobrol. Lalu aku mengasih tanda kepada icha buat memulai rencana yang telah kita susun berdua. Dengan segera icha langsung memulai rencananya dengan mengajak ngobrol bela terlebih dulu. Setelah itu icha langsung bertanya kepada bela. "Oh ya bel… sebenarnya kamu kenapa sih selama ini? kok kamu sering melamun, menyendiri dan bersedih gitu? apa kamu sedang ada masalah? Kan udah aku bilang kalau kamu ada masalah, kamu cerita aja padaku dan tiara. Kita siap kok buat membantumu kapan saja," ucap icha panjang lebar.
"Emm... aku nggak ada masalah apa – apa kok cha? Mang kenapa si kalian tanya – tanya kayak gitu pada ku?" jawab bela.
"Yang bener??? udah lah bel, mendingan kamu terus terang pada kita – kita aja? kita tuh anaknya enakan tau? ayolah bel, kamu critain aja masalahmu?, aku dan icha siap kok buat ngrdengerin dan ngebantuin kamu?" tukasku.

14
"Iih… bener deh ku tuh sedang nggak ada masalah apa – apa ra, cha?" terang bela.
"Huff… nih bel buku mu, sorry kalau aku dah mengambilnya tanpa ijin. Soalnya aku tuh penasaran banget ma sikapmu yang super duper aneh bin miterius binti membingungkan itu. Sekali lagi aku minta maaf yah bel," ucap icha sambil meminta maaf pada bela.
"Kamu kok gitu banget sih cha?" tukas bela.
"Aduh bel, please maafin aku. Abis kamunya sih nggak mau terus terang sama kita, udah gitu kalau kamu ketemu kita kamu malah ngabur tak jelas kemana. Ya udah jadinya aku mengambil buku diarymu deh," ujar icha. Bela hanya menunduk tanpa berkata apapun pada kita. Tiba – tiba bela meneteskan air matanya dan berkata, "Maafin aku juga, akan sikap ku yang aneh selama ini. Aku tuh memang sering menyendiri, soalnya aku sering diketawain dan dipermalukan gitu oleh teman – temanku. Secara mereka kan semuanya dari keluarga yang terpandang dan kaya raya, sedangkan aku cuma seorang anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu. Sehingga aku pun merasa malu buat bergabung dengan mereka – mereka." Aku pun ikut sedih setelah mendengar cerita dari bela. Lalu aku mengasihkan sapu tangan ke bela.
"Udahlah bel, kamu nggak usah bersedih gitu. kita harus menunjukkan pada mereka – mereka kalau kita tuh bisa menjadi orang yang sukses dengan kemampuan kita sendiri tanpa bergantung pada kekayaan yang dimiliki oleh orang tua kita," ucapku.


15
"Betul kata tiara, mendingan sekarang kita belajar semaksimal mungkin agar kita bisa menjadi orang yang sukses dan bisa membahagiakan ke dua ortu kita. Mulai sekarang kamu jangan memperdulikan mereka – mereka yang hanya bisa mengejek. Coba aja seandainya ortu mereka bangkrut dan mereka itu bodoh, mereka mau gimana coba?," sambung icha.
"Ya udahlah, lupakan masalah ejek – mengejek, mendingan sekarang kita bergembira," sautku.

Satu minggu kemudian. Sewaktu aku, icha dan bela pergi ke kantin sekolah, aku berpapasan dengan rio. Lalu aku tersenyum kepadanya dan menyapanya. "Hai rio, emm… gimana dengan redaksi majalah sekolah yang mau kita terbitkan, apakah udah kelar?," tanyaku. "Oh itu… ya udah jadi kok tinggal dicetak aja," jawab rio. "Oh… begitu ya?" sambungku.
Pada saat pulang sekolah, aku bertemu dengan janes yang merupakan anggota tim redaksi majalah sekolah juga. Dia menghampiriku dan mengajakku buat melihat hasil redaksi majalah sekolah yang telah dicetak rapi di ruang mading. Setelah sampai di depan ruang mading. Aku dan janes bertemu dengan rio, lalu aku meminta kepada rio buat mengambilkan majalah sekolah. Rio pun dengan segera mengambilkan majalah tersebut dan mengasihkannya kepada ku. Aku dan janes sangat kagum melihat majalah sekolah kita yang baru diterbitkan.
Esok harinya sepulang sekolah, sewaktu aku dan icha sedang berjalan, di lapangan basket aku melihat rio yang tengah berjalan menuju kearah kita. "Hai ra,


16
aku bisa bicara dengan mu sebentar nggak?," sapa rio padaku. "boleh kok? mang kamu mau bilang apa? kayaknya serius banget," tukasku. "Emm… mendingan kita ke sana aja, nggak enak kalau ngomong disini. Soalnya ini sangat penting lebih penting dari pada ujian sekolah he…he… he…," ucap rio sambil ketawa. "Lalu icha gimana? icha boleh ikut nggak?," pintaku. "Sorry, ini terlalu rahasia, jadi maaf aja ya cha," ucap rio. "Ya udah, aku nggak papa kok, eh.. aku tunggu kamu di tempat parkir ya ra? jangan kelamaan loh diskusinya," seru icha padaku. "Ok deh bos," tukasku pada icha sambil hormat.
"Oh ya ra? jujur aja. Sebenarnya, sejak aku mengenalmu aku tuh udah suka sama kamu, Emm…. Kamu mau nggak jadi pacarku?, "ucap rio. Spontan aku sangat kaget ketika mendengar ucapan dari rio tersebut. Jantungku terasa berdetak sangat kencang. Karena aku baru pertama kali ditembak sama cowo. "Emm… kamu ngomong apa si yo? nggak lucu tau?," seruku dengan sangat gugup. "Aku serius ra!!!" tambah rio. "Begini ya yo, Sebelumnya aku minta maaf ma kamu, aku tuh masih memikirkan sekolahku dan berkonsentrasi pada pelajaran, di lain hal aku tuh juga lebih suka persahabatan dari pada pacar. Karena menurutku persahabatan itu lebih indah dari segalanya dan akan tetap abadi selamanya. Jadi sorry ya yo, aku nggak bisa jadi cewe mu. Sekali lagi aku minta maaf. Tapi… kita masih tetap jadi teman kan? Emm… gimana kalau kita bersahabat saja. gimana?," ucapku panjang lebar. "Ya udah, kalau memang maumu begitu aku ya setuju – setuju aja. Berarti sekarang kita udah jadi best friend dong?," tukas rio. "Yoha, Kalau begitu aku menemui icha dulu ya yo," sambungku. "Oh, iya monggo…. Ku juga mau balik ke rumah kok?" ucap rio.

17
Lalu aku menemui icha ke tempat parkir dan bergegas pulang.

Dan akhirnya Aku, icha, bela dan rio menjadi sahabat sejati selamanya. dengan blue smart sebagai lambang persahabatan kita.















18

Tidak ada komentar:

Posting Komentar